Jumlah pe-longok :

Minggu, 20 Maret 2016

Bagaimana PENYULUHAN PERTANIAN Pasca UU 23-2014 ?



Catatan untuk Manajemen Kelembagaan dan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Pasca UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Berikut adalah beberapa point penting khususnya berkenaan dengan keberadaan kelembagaan penyuluhan pasca pemberlakukan UU No 23 tahun 2014 serta beberapa hal lain yang mendesak berkenaan dengan eksistensi dunia penyuluhan secara umum dalam mendukung pembangunan pertanian. 

Satu, Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Di Daerah:
Urusan pemerintah sektor pertanian dalam UU 23 tahun tahun 2014 hanya dimuat dalam dua matrik lampiran yakni urusan pemerintahan bidang pertanian (Lampiran AA) serta bidang pangan (Lampiran I). Penyuluhan pertanian tidak dicakup oleh kedua urusan ini, sehingga banyak yang memaknai bahwa seolah-olah penyuluhan pertanian akan “dihilangkan” di daerah.
Namun jika dicermati dengan baik, UU 23 tahun 2014 sesungguhnya tetap mendukung eksistensi kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah. Pasal 15 secara jelas menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah yang dilaksanakan secara konkurensi.
Selengkapnya, Pasal 15 ayat (2) berbunyi: “Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini menjadi kewenangan tiap tingkatan atau susunan pemerintahan yang penentuannya menggunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13”. Lalu Ayat (3): “Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan presiden”.
Pelaksanaan secara kongkurensi ini tentu sangat sejalan dengan konsep otonomi daerah, dengan berbasiskan prinsip mendekatkan pelayanan penyuluhan kepada petani yang tersebar luas dengan tingkat keterbatasan komunikasi dan trasnportasi yang beragam. Artinya, desentralisasi urusan penyuluhan merupakan suatu keniscayaan. Pendapat ini juga diperkuat oleh Pasal 345, dimana: (1) Pemerintah Daerah wajib membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada asas-asas pelayanan publik, dan (2) Manajemen pelayanan publik meliputi salah satunya adalah penyuluhan kepada masyarakat (ayat 2 point e).
Selain UU 23 tahun 2014, setidaknya ada enam peraturan perundangan lain yang mengamanatkan pembentukan kelembagaan penyuluhan pertanian secara kuat mulai dari pusat sampai daerah. Selengkapnya amanat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      UU No 16 tahun 2006 tentang SP3 yang mengamanatkan dengan jelas pendirian kantor penyuluhan pertanian di daerah. Pasal 8 ayat (2) menyebutkan: Kelembagaan penyuluhan pemerintah pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan; pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan; pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan; dan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan”.
Dalam konteks perbandingan hukum, maka UU no 16 tahun 2006 merupakan lex specialist artinya lebih tinggi dibandingkan UU 23 tahun 2014 yang lex generalis. Prinsip ini juga didukung oleh UU 23 tahun 2014 Pasal 231 yang berbunyi: “Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan memerintahkan pembentukan lembaga tertentu di Daerah, lembaga tersebut dijadikan bagian dari Perangkat Daerah yang ada setelah dikonsultasikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan bidang pendayagunaan aparatur negara”.
2.      UU 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani juga sangat mendukung keberadaan penyuluhan di daerah, karena penyuluhan merupakan salah satu komponen untuk melakukan pemberdayaan petani. Hal ini disampaikan dalam Pasal 1, 7, 46, dan 47. Pasal 7 ayat 3 point b menyebutkan bahwa strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui penyuluhan dan pendampingan. Khusus untuk keberadaan kelembagaan penyuluhan di daerah, Pasal 46 menyebutkan: (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberi fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada Petani (2) Pemberian fasilitas penyuluhan berupa pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyuluh, dan (3) Lembaga penyuluhan dibentuk oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Selanjutnya, pada Bagian Penjelasan disebutkan bahwa: ....beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi petani agar lebih berdaya, antara lain, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, serta pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian.

3.      UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Dalam UU ini penyuluhan merupakan komponen yang melekat dalam pembangunan pedesaan, dimana desa memiliki nuansa pertanian yang kental (Pasal 1). Penyebutkan “penyuluhan” secara langsung terdapat dalam Pasal 112 ayat (3): Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan: (a) Menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat Desa; (b) Meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan, dan Penyuluhan.

4.      UU No 18 tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam UU ini penyuluhan merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan sebagai upaya untuk penerapan teknologi. Dengan kata lain, penyuluhan merupakan sub sistem penting dari sistem pengetahuan dan pengembangannya.

Pasal 5 ayat 1 menyebutkan: “Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berfungsi membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam satu keseluruhan yang utuh untuk mencapai tujuan”.

Berikutnya, Pasal 18 ayat 1: “Pemerintah berfungsi menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia”. Hal ini diperkuat Pasal 21 ayat (1): “Pemerintah dan pemerintah daerah berperan mengembangkan instrumen kebijakan untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1)”.
5.      UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pasal 57 menyebutkan: Ayat (1): Pemerintah menyelenggarakan penyuluhan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peranserta masyarakat untuk melakukan kegiatan penyuluhan dimaksud. Ayat 2: Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan informasi yang mendukung pengembangan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peranserta masyarakat dalam pemberian pelayanan tersebut.

Lalu pada Bagian Penjelasan terbaca: “Teknologi tepat yang telah ditemukan perlu disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya para petani, agar mereka dapat memanfaatkannya. Penyebarluasan tersebut dilakukan baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah seperti penyuluhan, pelatihan, dan lain-lain”.

6.      UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, juga secara jelas mengamanatkan pentingnya kegiatan penyuluhan. Pasal 18 point b menyebutkan: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan Pangan berkewajiban: memberikan penyuluhan dan pendampingan”.
Selain perlunya jaminan terhadap keberadaan lembaga penyuluhan pertanian di daerah, Direktorat Jenderal teknis lingkup Kementerian Pertanian semestinya menempatkan penyuluhan sebagai unsur esensial yang harus dijadikan kunci keberhasilan pencapaian program pembangunan pertanian.

Dua, Ketenagaan Penyuluhan:
Permasalahan ketenagaan penyuluhan yang kita hadapi tidak hanya tentang jumlah, namun juga kapabilitas. Kuantitas dan sekaligus kualitas. Penyuluh pertanian PNS pada pertengahan tahun 2015 sekitar 27.000 orang yang akan tinggal setengahnya pada 5 tahun ke depan, sedangkan penyuluh THL TBPP 20.235 orang. Tenaga penyuluh pertanian terus berkurang dengan cepat, sementara kualitasnya secara umum juga semakin menurun.
Berbagai upaya telah dijalankan Kementan untuk mengatasi persoalan ini. Dalam Rapat Dengar Pendapat tanggal 19 Juni 2014 dengan Komisi IV DPR-RI misalnya, disepakati upaya pengangkatan 10.000 THL-TB Penyuluh Pertanian (THL-TB PP) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Adapun THL-TB PP dan Tenaga Bantu lingkup Kementerian Pertanian lainnya yang belum masuk formasi tahun 2014 akan diangkat secara bertahap pada tahun berikutnya. Upaya ini berupa pengangkatan sebanyak 10.000 THL-TB Penyuluh Pertanian melalui jalur PPPK.
KPPN mengingatkan pemerintah arti penting keberadaan penyuluh pertanian. Sosok penyuluhan adalah terwujudnya penyuluh yang mandiri, profesional dan efektif menghasilkan human capital dan social capital sehingga penyuluhan menjadi prime mover (lokomotif) pembangunan pertanian yang bersinergi antar pemangku kepentingan secara berkelanjutan.
Kita menghadapi krisis tenaga penyuluh. Jumlah dan kualitas penyuluh pertanian terus berkurang karena pensiun, lambatnya pengangkatan penyuluh baru, dan peralihan tenaga PPL ke tigas non-penyuluhan. Sementara, para penyuluh THL-TBPP memiliki pendidikan beragam, juga kurang pengetahuan dan pengalaman.
Krisis ketenagaan ini akan menyebabkan lumpuhnya kegiatan pembangunan pertanian, karena penyuluh selama ini menjadi andalan kegiatan di lapangan dengan keberadaannya yang menyebar luas dan sampai ke level desa. KKPN menggaris bawahi perlunya diambil tindakan yang lebih cepat dan terstruktur, selain perlunya mobilisasi dan pemanfaatan penyuluh swadaya dan swasta secara sistematis sebagaimana amanat UU No 16 tahun 2006.

Tiga, Pendidikan Dan Pelatihan:
Secara umum, tenaga penyuluhan menghadapi rendahnya kesempatan untuk mengikuti pelatihan, demikian pula bagi penyuluh THL-TBPP karena posisi kepegawaiannya yang tidak kuat. Untuk memperkuat kapasitas tenaga penyuluh THL TBPP, penguatan kompetensi dan kapasitas profesional penyuluh perlu disertai pendidikan profesi dan standarisasi profesi yang didukung asosiasi profesi. Perencanaan SDM penyuluhan yang berorientasi profesi, baik jangka pendek maupun jangka panjang yang disusun sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan pertanian perlu menjadi acuan dan komitmen pengembangan SDM penyuluhan.
Pelatihan profesi penyuluh pertanian perlu memprioritaskan PNS calon penyuluh dan THL-TB Penyuluh Pertanian yang telah terbukti menunjukkan kinerja, minat, komitmen dan potensi sebagai penyuluh pertanian, dengan rekrutmen yang selektif dan akurat.  Waktu atau jumlah jam latihan bagi penyuluh juga harus memadai.
Disamping kebutuhan jumlah tenaga penyuluh pertanian yang masih kurang, perlu diupayakan terobosan sehingga penyuluh pertanian ahli dapat menjadi pelatih bagi penyuluh lainnya di Balai Penyuluhan. 

Empat, Prasarana Dan Sarana di BPP:
Aspek parasana dan sarana merupakan faktor penentu keefektifan penyelenggaraan penyuluhan, terutama pada level Balai Penyuluhan (BP) dan Posluhdes. Namun, secara umum dapat dikatakan dukungan terhadap hal ini masih lemah. Secara umum pengelolaan BP masih kurang optimal, bahkan untuk BPP yang tergolong sebagai “BPP Model”.
UU No 16 Tahun 2006 Pasal 8 dan Pasal 15 mengamanatkan pembentukan Balai Penyuluhan di tingkat kecamatan. Dasarnya adalah bahwa Balai Penyuluhan merupakan tempat Satuan Administrasi Pangkal (SATMINKAL) bagi Penyuluh Pertanian. Peran pokok balai ini adalah mengkoordinasikan, mensinergikan, dan menyelaraskan kegiatan pembangunan pertanian di wilayah kerja Balai.
Sesuai Permentan Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan, peran BPTP adalah memfasilitasi mulai dari penyusunan programa, pelaksanaan penyuluhan, penyediaan dan penyebaran informasi, pemberdayaan dan    penguatan kelembagaan pelaku utama dan pelaku  usaha, peningkatan kapasitas penyuluh, pelaksanaan proses pembelajaran melalui percontohan, dan model usaha tani. Untuk menjalankan peran ini, maka sarana minimal yang harus tersedia di Balai Penyuluhan mencakup sarana keinformasian, alat bantu penyuluhan, peralatan administrasi, alat transportasi, perpustakaan, dan perlengkapan ruangan.  Untuk menyiapkan informasi yang diperlukan bagi petani, Balai Penyuluhan melakukan pengumpulan data dan informasi dengan cara mengakses Cyber Extension, pengumpulan data lapangan/survey, melaksanakan kaji terap, kaji tindak, dan konsultasi dengan instansi teknis.
Khusus berkaitan dengan tata hubungan kerja, hubungan kerja BPP dengan UPT/UPTD lingkup teknis dan camat adalah HUBUNGAN KOORDINATIF pelaksanaan penyuluhan dalam rangka pelaksanaan tugas Balai Penyuluhan. Keharmonisan hubungan ini perlu tetap dijaga, karena kegiatan pembangunan pertanian secara terintegrasi berada di level kecamatan ini.

Lima, Upaya Mengefektifkan Manajemen Pembangunan Pertanian:
Dalam hal fokus pembangunan terlihat kesan bahwa program pembangunan bias kepada mengejar swasembada. Karena itu, perlu diingatkan kepada pemerintah bahwa keberlanjutan pembangunan pertanian perlu berlandaskan kepada kesejahteraan dan kemandirian petani.
Indonesia menghadapi fenomena aging farmer, yakni semakin tuanya umur petani. Bagi penyuluhan ini menjadi masalah, karena petani berumur tua cenderung memiliki produktivitas yang rendah, dan juga semakin sulit diajak berubah. Untuk ini perlu dilakukan berbagai upaya untuk peningkatan minat golongan muda untuk berkiprah di sektor pertanian.

Keterlibatan aparat kemanan dalam Upsus PAJALE agar ditempatkan secara proporsional, dan dibatasi hanya pada konteks mengawal dan mengawasi distribusi sarana produksi agar sampai pada sasaran secara tepat.

Enam, Keberadaan dan Peran KPPN:
Keberadaan Komisi Penyuluhan di daerah juga terancam dengan terpisahnya lembaga penyuluhan pertanian, dengan perikanan dan kehutanan. UU 16 tahun 2006 telah mengamanatkan pembentukan Komisi Penyuluhan dari pusat sampai kabupaten/kota.
Khusus untuk KPPN, pasal 10 (ayat 1) UU 16 tahun 2006 menyebutkan bahwa tugas KPPN adalah “Memberikan masukan kepada menteri sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan”. Hal ini diperkuat dalam Statuta Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No 1655 tahun 2008 tentang KPPN, dimana tujuan pembentukan KPPN adalah “Memberi masukan kepada pemerintah melalui Menteri Pertanian tentang segala sesuatu untuk penguatan dan kelancaran pelaksanaan serta pengembangan fungsi penyuluhan pertanian dalam mencapai keberhasilan pembangunan pertanian”.
Perlu disampaikan, bahwa administrasi kegiatan KPPN yang ditempatkan pada Pusat Penyuluhan BPSDMP agar tidak dimaknai sebagai hanya “membantu” Pusat Penyuluhan. KPPN sesungguhnya menjadi mitra untuk seluruh jajaran Kementerian, sesuai pula dengan semangat bahwa sesungguhnya azas dan sistem kerja penyuluhan semestinya menjadi semangat dan panduan bekerja dalam seluruh jajaran kementerian, bukan hanya untuk kalangan penyuluh pertanian atau Pusat Penyuluhan di BPSDMP.
KPPN merupakan unsur kelembagaan independen yang membantu Menteri Pertanian, dimana tugas KPPN adalah memberikan saran dan bahan pertimbangan kepada Menteri Pertanian tentang berbagai hal tentang penyuluhan dan pelaksanaan pembangunan pertanian. Penyuluhan perlu menjadi ruh manajemen Kementan dalam pembangunan pertanian, dengan orientasi kepada menjadikan petani sebagai subjek pembangunan (people centered development).

*****