Sesungguhnya dunia
pertanian telah dua kali mengalami era new normal. Pertama berkenaan dengan
perlunya tatanan baru menghadai perubahan iklim (climate changes), dan yang kedua adalah pasca pandemic Covid-19 di
tahun 2020 ini. Jika kedua fenomena dihubungkan, tentu saat ini sbenarnya
pertanian sedang menghadapi “new normal berganda”. Penyuluh pertanian merupakan
organ dalam keseluruhan sistem pertanian yang berada di depan, dan bertanggung
hampir untuk seluruh urusan pembangunan pertanian. Meskipun pada awalnya
penyuluhan pertanian hanya pada urusan diseminasi dan adopsi teknologi
pertanian baru, namun faktanya, terlebih di Indonesia, penyuluh pertanian telah
berubah menjadi “petugas pertanian” (agricultural
officer). Tulisan ini intinya memberi kesadaran bagaimana kompleksitas
masalah yang dihadapi dunia penyuluhan pertanian dalam mengefektifkan kegiatan
dalam era new normal, sebagai hasil dari berbagai tekanan sosial ekonomi dan
teknologi. Ini juga akan memberikan sedikit gambaran bagaimana sosok yang dibutuhkan
untuk tenaga penyuluh pertanian saat ini ke depan, terlebih lagi dengan tekanan
untuk “penyuluhan baru” di Indonesia yang transisi nya tidak berjalan mulus
semenjak keluarnya UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dunia sedang berjuang untuk melawan pandemi
COVID-19, dan penduduk pedesaan - terutama di negara berkembang - mungkin
menghadapi beban ganda: kurangnya informasi dan layanan kesehatan yang
dibarengi dengan kemiskinan, yang akan membuat mereka rentan terhadap risiko
kesehatan serta bencana sosial lebih besar. Ada konsekuensi kesehatan
dan ekonomi sekaligus. Sementara itu, mereka perlu
terus bekerja di bidang pertanian untuk memastikan tidak hanya mata pencaharian
mereka tetapi juga pasokan pangan nasional dan global dan, pada gilirannya,
ketahanan pangan.
New Normal sebagai Keniscayaan Perilaku Baru
Secara sederhana, new normal adalah “...a new way of living and going about our lives, work
and interactions with other people”. Kenormalan baru (new
normal) pada awalnya adalah sebuah istilah dalam bisnis dan
ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan tahun 2007-2008, lalu resesi global 2008-2012. Sejak itu, istilah
ini dipakai pada berbagai konteks lain untuk
mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak normal atau
tidak lazim, kini menjadi umum dilakukan.
Untuk dunia pertanian, sebelumnya kita telah mengenal new
normal perubahan iklim (climate changes).
Sedangkan new normal pandemi Covid-19 ini sesungguhnya berlaku umum, dan
termasuk di bidang pertanian. Untuk Covid-19, perilaku hidup new normal dilakukan
sebagai upaya kesiapan untuk beraktivitas di luar rumah seoptimal mungkin,
sehingga dapat beradaptasi dalam menjalani perubahan perilaku yang baru.
Perubahan pola hidup ini dibarengi dengan menjalani protokol kesehatan sebagai
pencegahan penyebaran dan penularan Covid-19.
Untuk urusan iklim,
Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim
Indonesia (Indonesia Climate Change
Sectoral Road Map) yang berisi rencana aksi menyeluruh untuk upaya adaptasi
perubahan iklim yang bersifat lintas sektor atau bidang untuk jangka waktu
2013-2025. Sebuah artikel berjudul “Agricultural
Extension and Adaptation Under the ‘New Normal’ of Climate Change” (Januari
2015) menyebutkan betapa pentingnya pengelolaan sumber daya alam berbasis
komunitas secara partisipatif (community-based/participatory
natural resource management / CB-PNRM) ) dalam mendukung adaptasi terhadap
dampak perubahan iklim saat ini dan masa depan. Masyarakat seperti itu
diharapkan mengalami perubahan signifikan dalam lingkungan alam tempat mata
pencaharian mereka bergantung. Dampak iklim diprediksi untuk mengintensifkan
lanskap risiko dinamis yang ada yang ditandai dengan kemiskinan yang
terus-menerus, marjinalisasi sosial dan politik, degradasi lahan, dan konflik
yang sebagian besar disebabkan oleh kegagalan kebijakan dan tata kelola yang
merusak produktivitas lahan pertanian. Pemerintah menyusun strategi adaptasi
yang membangun ketahanan iklim dan memberikan kapasitas adaptasi bagi para petani.
Di level global, hal ini dikaitkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB),
yang merupakan sebuah agenda pembangunan global yang terdiri dari 17 tujuan.
New normal kedua adalah bekerja dalam tekanan
pandemi covid-19. Walaupun pada awalnya pandemi Covid-19 adalah masalah
kesehatan, namun kemudian berdampak luas pada berbagai sendi kehidupan. Untuk
dunia penyuluhan pertanian, perubahan yang dituntut adalah pada bagaimana cara
berkomunikasi dan berelasi. “There will be a new normal to working remotely,
working from home and engaging online”. Jadi, new normal Covid-19 adalah masa “hidup bersama Covid-19”, sebagaimana selama
ini kita hidup bersama nyamuk demam berdarah, nyamuk malaria, virus influenza,
dan lain-lain.
Pandemi covid-19 intinya adalah menekan kita semua untuk semakin
membiasakan diri dengan komunikasi online tanpa interaksi tatap muka langsung. Demikian
pul, intinya penyuluhan adalah komunikasi. Maka, dunia penyuluhan lah yang
sesungguhnya harus paling cepat dan terdepan dalam perubahan, dan memanfaatkan
“tekanan positif” dari pandemi ini.
Kita semua mahfum, disrupsi IT juga tidak dapat diabaikan. Pertanian
adalah sektor yang sering kali menjadi objek dan follower berbagai
perkembangan dunia di luarnya termasuk disrupsi Revolusi Industri 4.0. Kehadiran
teknologi 4.0, utamanya berupa internet
of things (IoT) merupakan keniscayaan dan menjadi basis utama cara
berkomunikasi penyuluhan.
Menghadapi ini, kapasitas
masyarakat harus meningkat untuk berkomunikasi secara online, disertai alat
online yang lebih canggih yang mampu memproduksi augmented reality (realitas yang dibesarkan dan digandakan), virtual reality dan e-Learning. Penyuluh juga harus mampu menangkap peluang ini, dimana
alat dan mesin yang memproduksi realitas jenis ini menjadi garis depan baru
dalam perluasan komunikasi, dan kemungkinan besar akan menjadi arus utama
dengan cukup cepat. Ya, kita akan semakin terbiasa dengan media video,
konferensi online dan webinar.
Bahkan sesungguhnya, tekanan “digitalisasi pertanian” ini sudah muncul
semenjak sebelum Covid-19, uytamanya pemanfaatan internet of things (IoT) yang
memberikan pemantauan
secara real time dan penyediaan data berskala
besar. Berbagai alat sensor di lapang tentang pemantauan kelembaban tanah misalnya,
menjadi bahan membuat keputusan kepada petani untuk kapan memulai menyebar
bibit dan bertanam. Ini akan memperkuat ketangguhan
sosial petani yang dicirikan oleh: (1) sejauh mana sistem dapat bertahan dari
ganguan eksternal, (2) sejauh mana anggota dan elemen di dalamnya mampu
melakukan reorganisasi, dan (3) sejauh mana sistem mampu belajar dari
pengalaman sosial dan teknisnya. Sistem yang kuat akan mampu bertahan dan
menyesuaikan diri pada kondisi baru.
Peran Penyuluh Pertanian dalam Era New Normal Covid-19
Penyuluh pertanian Indonesia, sedang bertransisi dari dominannsi penyuluh
pemerintah ke penyuluh swadaya dan swasta, sebagaimana digambarkan tabel
berikut. Hal ini tentu menuntut pula perubahan sistem kerja, perencanaan, serta monitoring dan indikator
keberhasilannya. Berkenaan dengan optimalisasi penyuluh sawadaya dan swasta,
Kementan telah mengeluarkan Permentan No 61 tahun 2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian
Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta, serta Kepmentan No 26 tahun 2020 tentang
Pembinaan Penyuluhan Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta.
Jumlah
penyuluh pertanian menurut jenisnya tahun 2012 dan 2020
Jenis
penyuluh pertanian
|
Tahun
2012
|
Tahun
2020
|
1.
PPL PNS
|
28.494
|
26.587
|
2.
PPL THL-TBPP
|
21.653
|
11.867
|
3.
PPL swadaya
|
8.344
|
29.268
|
4.
PPL swasta
|
92
|
377
|
Total
|
58.583
|
68.099
|
Penyuluhan yang didunia akademis dibahasakan
sebagai “extension
and advisory services” (EAS) berada di garis depan (frontline)
terhadap COVID-19 untuk memastikan keamanan pangan. Penyuluh dapat memberikan kontribusi penting
untuk meminimalkan dampak COVID-19 melalui :
1.
Meningkatkan kesadaran tentang
COVID-19 di daerah pedesaan, yang akan membantu mengurangi penyebaran pandemi
sambil memastikan bahwa dukungan yang memadai diberikan kepada produsen
pedesaan dalam hal produksi dan kepatuhan terhadap aturan baru yang berlaku.
2.
Menilai situasi lapangan dan
mengadvokasi solusi mendesak untuk kebutuhan petani. Sebagai mitra terpercaya
dari produsen dan masyarakat pedesaan, EAS diposisikan secara unik untuk
menilai situasi lapangan, menyediakan layanan yang disesuaikan, dan terus
memberi informasi kepada pemerintah, sehingga memungkinkan keputusan yang cepat
dan memadai untuk memastikan kesehatan dan pasokan makanan.
3.
Memastikan dukungan berkelanjutan
untuk produsen pedesaan dalam situasi pembatasan fisik. Bantuan EAS bahkan
lebih penting daripada sebelumnya dalam mendukung produsen pedesaan untuk
mengatasi tantangan baru. EAS dapat memberikan sumber tepercaya dan kontak
untuk memastikan akses mudah ke input, benih, transportasi, dan keuangan yang
penting untuk memastikan jaminan produksi pangan selama pandemi di lapangan.
Untuk itu, EAS semakin ditantang untuk berinovasi dalam mengatasi jarak fisik,
khususnya saat menggunakan komunikasi jarak jauh dan ekstensi digital, atau
saat memainkan peran informasi dan perantara.
4.
Membangun kemitraan untuk mengatasi
gangguan pasar dan memastikan rantai pasokan berfungsi: Menyadari bahwa banyak
pelaku EAS beroperasi pada tingkat produksi pertanian dari rantai nilai,
keharusan COVID-19 dapat mendorong mereka untuk mengambil tindakan dalam
mengatasi masalah kritis petani, dalam kemitraan dengan pemangku kepentingan
lainnya dalam sistem inovasi pertanian. Penyuluh memfasilitasi akses petani ke
fasilitas pasar sambil mendorong perdagangan elektronik.
5. Membantu
mengatasi masalah sosial yang muncul, termasuk dengan memfasilitasi hubungan
dengan layanan perlindungan sosial, mengembangkan jaring pengaman sosial,
menerapkan skema asuransi, membantu dalam mengidentifikasi dan memberi nasihat
tentang peluang penciptaan pendapatan alternatif, dan menyelesaikan konflik
lokal.
Penanganan
dampak pandemi untuk petani dapat dilakukan pada dua level karena ada program yang dapat diberikan langsung kepada
individu, namun juga ada yang bersifat barang publik (public good) yangakan efektif bila dimanfaatkan bersama, misalnya
bantuan Alsintan pada kelompok tani. Petani harus dipahami dalam konteks sebagai individu, keluarga dan komunitas.
Karena pandemi memiliki dampak berbeda pada ketiga level, sehingga akan berbeda
pula dalam menyusun strategi penanggulangan dampaknya. Sedangkan dari sisi komunitas, petani diorganisasikan
dalam garis keorganisasian wilayah
(dusun, kampung dan desa); dan juga keorganisasian formal komoditas (kelompok
tani, Gapoktan, dll). Agenda yang dapat
dijalankan sebagai instrumen penanggulangan dampak penting dalam dua hal,
yaitu: (1) mencegah dampak utamanya pada kesehatan dan produksi pangan; dan (2)
strategi penanggulangan ke depan yang mencakup proses pemulihan dan
akselerasi.
Berkenaan dengan
pandemi, maka dampak yang dirasakan oleh petani, yang berkenaan dengan posisi
sebagai produsen sekaligus konsumen. Tantangan yang dihadapi petani pada masa
pandemi mencakup keseluruhan sistem produksi sampai pada distribusi dan
konsumsi, sebagaimana dijabarkan pada matrik beikut.
Potensi kemampuan petani melawan dampak pandemi
sangat lemah terutama pada rumah tangga petani miskin. Menurunnya aktivitas dan
anjloknya harga komoditas, akan menekan pendapatan, yang lalu secara berantai
akan memperlemah ketahanan pangan dan kecukupan gizi; yang bisa berakhir kepada
ancaman pada kesehatan. Tambahan lagi, petani miskin yang tinggal di pedesaan
pada kelompok atau komunitas yang didominasi oleh keluarga-keluarga miskin;
akan mendapatkan dampak yang lebih berat dibandingkan dengan keluarga petani
miskin yang tinggal pada kelompok masyarakat berpendapatan sedang. Ini
disebabkan semakin menurunnya kapasitas kesetikawanan kolektif dan lemahnya
kemampuan komunitas dalam melakukan local
innovate untuk melakukan resiliensi kolektif.
Penyuluh
adalah lini
terdepan di hadapan petani, harus mampu langsung menangani masalah petani
sehari-hari. Penyuluh harus siap misalnya dengan alat pelindung diri untuk
petani, menjamin akses
ke layanan kesehatan,
mengurangi tekanan hilangnya
pendapatan dasar bagi petani, mendampingi manajemen komunitas sehingga daya
resiliensi nya terjaga. Untuk menjaga usaha pertanian, maka penyuluh harus
dapat menjamin akses petani pada sarana input, permodalan, pasar, kemampuan petani mengakses
informasi harga, jaringan pasar, dan teknologi (United Nation 2020). Ketika Covid nanti membaik,
penyuluh harus
melakukan sosialisasi
penanganan Covid-19 di sektor pertanian.
Format Adaptasi Mekanisme Penyuluhan masa New Normal
Selain
bahwa petugas penyuluh pertanian harus mengikuti prosedur kesehatan, beberapa
adaptasi yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut:
Pertama, Go digital. Alat dan teknologi digital
memungkinkan arus informasi berlangsung meskipun ada kendala jarak fisik dan
mobilitas. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan
keniscayaan, karena kan mengurangi relasi tatap muka langsung yang memang
dibatasi dalam new normal Covid-19. Materi informasi digital tersedia dan dapat diakses
dan mudah
diimplementasikan seperti layanan pesan singkat (SMS), Interactive Voice Response (IVR), radio dan TV, drone, pemasaran
online, platform e-extension, sosial media, dll. Ini akan memungkinkan akses
inklusif ke layanan berbasis TIK untuk memastikan kelompok yang kurang
beruntung juga mendapat manfaat dari inovasi dan perkembangan digital.
Namun, teknologi juga bisa menyebabkan ketimpangan.
Di China, selain memberikan layanan konsultasi
kepada petani melalui We-chat, ponsel, telepon, dan aplikasi, serta kunjungan
lokasi untuk memastikan produksi dan pemasaran sayuran, melalui rantai pasokan
khusus yang dibentuk untuk menyediakan produk segar bagi mereka yang terkunci;
juga dijalankan konsultasi jarak jauh menggunakan ICT serta program siaran
langsung TV digunakan untuk memberikan layanan konsultasi kepada petani (FAO,
2020a). Indonesia telah memiliki “TV Tani” (http://www.tvtani.id/)
yang berisi berita, program, dan pengetahuan popular. Sebagian berupa materi
pengetahuan dan teknologi, dan sebagian tentang aktivitas Kementerian
Pertanian.
Kedua, Memanfaatkan kontak formal dan
informal yang ada, mekanisme dan jaringan lokal, seperti koperasi, organisasi
produsen, tokoh masyarakat dan petani, swadaya dan kelompok agama. Ini sangat
penting untuk memastikan informasi dan saran yang tepat waktu dan tersebar luas
ketika langkah-langkah yang membatasi mobilitas dilakukan. Menyediakan persiapan penyedia
EAS yang tepat waktu sesuai kebutuhan. Tingkatkan kesadaran dan informasikan
penyedia garis depan tentang topik yang paling mendesak seperti tindakan pencegahan,
penggunaan TIK, manajemen konflik dan komunikasi yang efektif karena mereka
menangani konteks di bawah tekanan tinggi.
Tiga, Bergabung dengan pelaku tanggap
darurat di tingkat nasional dan lokal, yakni otoritas kesehatan, perlindungan sipil, peringatan
dini, dan lainnya di garis depan. Secara teratur, penyuluh harus memperbarui informasi
situasi di lapangan dan tantangan yang dihadapi petani, dan menerapkan
tanggapan dalam kemitraan dengan sektor swasta dan lembaga lain di lapangan.
Sebagaimana di negara bagian di India, mereka
mendirikan iTeams berbasis cloud di Kementerian Pertanian (FAO, 2020a). iTeams
bekerja dengan banyak aktor di lapangan termasuk penasihat penyuluhan, pemimpin
lokal, dan bisnis swasta, serta pemerintah daerah, untuk menilai hasil,
menghubungkan petani ke rantai logistik melalui hotline khusus, dan mendapatkan
izin jam malam untuk personel dan kendaraan iTeam.
Empat, Membentuk mekanisme respons EAS
untuk menangani hal-hal mendesak yang disebabkan oleh COVID-19 dan krisis pasca
pandemi. Ini harus memperkuat koordinasi dan perencanaan bersama para pelaku
EAS di tingkat lokal dan nasional, dan membantu menyesuaikan kegiatan EAS
dengan kebijakan baru terkait krisis dan tindakan pemerintah. Penyuluh (EAS) dapat meningkatkan
penggunaan sumber daya yang tersedia secara efisien dan mencari alternatif, bekerja
sama dengan sektor swasta, mendanai tanggap darurat dan pemulihan, mengadvokasi
dengan pemerintah dan donor.
Lima Memperkuat infrastruktur,
pengaturan kelembagaan dan kapasitas individu untuk memanfaatkan informasi dan
layanan digital. Satu
terobosan dalam kepemimpinan baru Kementerian Pertanian, di bawah Menteri Surya
Yasin Limpo, adalah Kostratani (Komando Strategi Pertanian). Ini sebuah
pendekatan manajemen baru dengan memperkuat fungsi lebih dari 6.400 unit Balai
Penyuluhan Pertanian di level kecamatan. Setiap BPP akan terhubung secara
online dengan pusat, dan sekaligus horizontal dengan sesama BPP lain.
Pendekatan ini tentu sejalan dengan perkembangan bahwa Covid
mempercepat kesadaran terhadap komunikasi virtual. Salah satu artikel BBC
bertajuk “How coronavirus has transformed the way we communicate” menyebutkan
bahwa “Our relationship with voice and
video chat is changing in the Covid-19 era.” Ya, suara dan video, tanpa
tatap muka. Sesungguhnya tentu berkomunikasi seperti ini sudah bisa dilakukan
semenjak setidaknya 5 tahun terakhir, dan semakin terpaksa harus dilakukan saat
ini.
Dengan demikian, adalah tepat sekali, jika Kostratani yang membangun
jaringan komunikasi dan mengkoneksikan seluruh BPP di Indonesia dengan tuntutan
komunikasi era new normal. Jaringan komunikasi
ini tentu dapat dimanfaatkan pula untuk penyebaran
materi informasi tentang wabah Covid-19 dan protokol pelaksanaan kegiatan
lapangan pada masa pandemi Covid-19. Namun, agar media ini efektif, maka petani
membutuhkan dukungan sarana pendukung berupa alat
komunikasi yang kompatible. Sebagaimana yang disarankan FAO (2020b), penyuluh
harus mengembangkan pola
komunikasi multi-saluran untuk menjangkau berbagai tingkat sasaran. Penyuluh juga harus membangun jejaring informasi dengan berbagai sumber informasi, serta koordinasi dan sinkronisasi
multi-pihak.
Dalam skema Komando Strategis Pertanian
(KOSTRATANI), BPP menjadi koordinator pembangunan pertanian di tingkat
kecamatan. Peran
BPP adalah sebagai lembaga penyuluhan, tempat pelatihan petani, sebagai simpul
koordinasi pembangunan pertanian dengan melibatkan seluruh stakeholder
pembangunan pertanian di daerah, dan sebagai pusat informasi bisnis yang
menyediakan informasi peluang pasar. Terkait dengan wabah Covid-19, maka: (1)
untuk meningkatkan kesiapan tenaga penyuluh pertanian, mereka difasilitasi
dengan kelengkapan kerja, dan peningkatan daya tahan tubuh, dan insentif kerja,
dan (2) reorientasi atau penambahan tugas khusus dalam upaya advokasi dan
bimbingan kepada petani dalam menyiapkan diri agar tidak terpapar Covid-19 pada
saat beraktivitas di lahan usahataninya.
Penutup
Pertanian mestilah dipandang sebagai multi-dimensi (ICRISAT, 2020) yang menuntut
kepekaan, strategi, dan rencana yang berbeda. Ini tentu akan semakin rumit
untuk Indonesia yang sesungguhnya lebih tepat mengaplikasikan “pertanian
maritim” (Agromaritim) dibandingkan “pertanian kontinental”. Geografis,
topografis, kesuburan lahan, dan iklim mikro Indonesia begitu beragam; yang semua menuntut pemahaman dan perlakuan yang
berbeda.
Jarak geografis yang terpencar dengan tipe
pertanian yang bervariasi tentu menuntut materi penyuluhan pertanian yang lebih
kaya dan membutuhkan usaha yang lebih berat. Merupakan langkah yang tepat bagi
dunia penyuluhan pertanian dengan mengoperasikan komunikasi virtual. Kondisi dan
Program penyuluhan
pertanian Indonesia. Namun,
perlu dicatat bahwa instalasi komunikasi yang terbangun barus sebatas dari BPP
ke atas, namun belum pada bagaimana komunikasi ke bawah yakni dari BPP atau dari
PPL ke petani dan pelaku-pelaku sauah pertanian lainnya.
Daftar bacaan:
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2020a.
Extension and advisory services: at the frontline of the response to COVID-19
to ensure food security. https://doi.org/10.4060/ca8710en
17 April 2020. Rome (IT): FAO of the United Nations.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2020b.
Guidelines to mitigate the impact of the COVID-19 pandemic on livestock
production and animal health. Rome (IT): FAO of the United Nations.
(telah
dimuat di "Opini Covid-19 PSEKP": http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid-19/opini/561-keniscayaan-sosok-baru-penyuluh-pertanian-di-era-new-normal?limitstart=0)
*****