Media massa paling senang menulis sesuatu yang mereka tidak paham. Seperti kata Wapres kita, mereka senang sekali menjelek-jelekkan bangsa sendiri. Kalau faktanya benar sih silahkan saja. Mereka menjelekkan, karena memang senang menjelekkan, tanpa mencari tahu dulu bagaimana sih kondisi sebenarnya. Berkali-kali diberitakan bahwa Indonesia adalah negara pengimpor pangan terbesar. Ini jelas keliru.
Tahun 1998 dan 1999, saat krisis, memang kita mengimpor beras sampai 2,9 dan 4,7 juta ton. Namun, semenjak itu terus turun. Tahun 2005 hanya 42,3 ribu ton. Terakhir, tahun 2007, hanya 380 ribu ton. Dibandingkan dengan produksi total beras kita yang 32juta, maka itu hanya 1,2 persen. Sangat kecil. Angka itu menunjukkan kita telah swasembada, karena menurut ketentuan FAO, jika masih di bawah 10 persen kebutuhan nasional, maka negara tersebut disebut "swasembada". Deptan telah bertekad untuk menggunakan ukuran yang lebih ketat, yaitu batasan maksimal 5 persen saja.
Ini yang orang sering salah paham. Tahun 1984 yang disebut-sebut sebagai tahun swasembada, di tahun itu kita impor beras 390 ribu ton. Jadi, bukan tidak impor di tahun itu. Ada impor, tapi tetap dikategorikan sebagai swasembada.
Jika kita lihat situasi dunia, sepanjang 2001-2005, berdasarkan data FAO, negara pengimpor pangan terbesar di Asia, yaitu rasio impor dengan produksi nasionalnya masing-masing; adalah Filipina untuk beras (8,86 persen), Jepang untuk jagung (20,08 persen), China untuk kedelai (44,32 persen), dan Rusia untuk gula (13,17 persen). Untuk level dunia, negara pengimpor beras terbesar adalah Nigeria, untuk jagung adalah Jepang, kedelai untuk China dan gula adalah Belgia. Sekali lagi, Indonesia bukan pengimpor pangan terbesar. Jika Anda tidak percaya, silahkan cek sendiri data FAO. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar