Jumlah pe-longok :

Jumat, 19 September 2014

Sisi-Sisi Keunggulan PENYULUH SWADAYA

(dimuat dalam Tabloid SINAR TANI, Kamis  25 Juni 2015)

Pelibatan petani sebagai subjek dalam kegiatan penyuluhan telah berlangsung cukup lama dengan berbagai pendekatan. Di Indonesia, hal ini dimulai dari pelibatan kontak tani pada era Bimas sampai Supra Insus, lalu pendekatan farmer to farmer extension melalui P4S, pengangkatan penyuluh swakarsa tahun 2004, dan terakhir adalah pengangkatan penyuluh pertanian swadaya secara besar-besaran mulai tahun 2008. Keberadaan penyuluh swadaya diakui secara resmi semenjak diundangkannya UU No. 16 tahun 2006.

Penelitian yang saya jalankan dengan Tim tahun 2013 mendapatkan informasi betapa dukungan yang tepat harus diberikan kepada penyuluh swadaya sehingga bisa berperan lebih optimal. Ia tidak cukup hanya diposisikan sebagai “pembantu” penyuluh pemerintah. Ia justeru adalah sosok penyuluh pertanian yang lebih strategis di masa mendatang.

Sesuai dengan Permentan No. 72 tahun 2011 tentang Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian, kebutuhan penyuluh pertanian seluruh Indonesia adalah 71.479 orang. Dari jumlah tersebut, yang baru tersedia adalah 27.961 orang atau hanya 39,4 persen. Kondisi inilah yang membuat pemerintah mengangkat  para penyuluh PPL- THL semenjak tahun 2007. Keberadaan penyuluh swadaya akan sangat membantu kelangkaan penyuluh ini.

Penyuluh swadaya lahir sebagai amanat UU N0. 16 tahun 2006, bertolak dari bab Asas, Tujuan, dan Fungsi (Pasal 2) terutama pada azas demokrasi, partisipatif, dan kemitraan. Ini juga dikuatkan oleh point b pasal 6 yaitu: “Penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama dan/atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra Pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkat administrasi pemerintahan.

Peran Strategis Penyuluh Swadaya

Beberapa sisi keunggulan penyuluh swadaya dibanding dengan penyuluh pemerintah dan penyuluh swasta adalah: pertama, lebih mampu menciptakan penyuluhan yang partisipatif.  Ini karena penyuluh swadaya hidup di antara petani,  mengalami secara langsung perasaan dan masalah petani, menjadi bagian dari semangat petani, serta terlibat secara partisipatif dalam kegiatan pertanian di komunitasnya. Ia adalah “orang dalam” yang tidak perlu lagi belajar psikologi petani dan sosiologi masyarakat desa.

Sebagai anggota komunitasnya sendiri, penyuluh swadaya lebih mampu memainkan peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupan komunitasnya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam proses pembangunan sehari-hari. Secara teoritis, keberadaan tokoh lokal akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif. Keberadaan penyuluh swadaya akan mampu menciptakan partisipasi mandiri (self mobilization) dimana masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara lebih bebas untuk menghasilkan collective action.

Kedua, penyuluh swadaya lebih mampu mengorganisasikan masyarakat, karena umumnya mereka terlibat langsung sebagai pengurus dalam banyak organisasi petani, baik kelompok tani, Gapoktan, koperasi, maupun P3A dan UPJA. Ia menjadi simpul pengorganisasian komunitasnya sendiri. Penyuluh swadaya tidak hanya mendorong untuk memperkuat proses pengorganisasian mereka sendiri, namun menjadi aktor aktif yang memperkuat organisasi petani.

Menurut Chamala and Shingi (2007: bab “Establishing And Strengthening Farmer Organizations), ada empat peran penyuluh yang penting, yaitu peran sebagai tenaga pemberdayaan (Empowerment Role), peran mengorganisasikan komunitas (Community-Organizing Role), peran dalam pengembangan sumberdaya manusia (Human Resource Development Role), dan peran dalam pemecahan masalah dan pendidikan (Problem-Solving and Education Role).

Ketiga, menjadi penghubung (change agent) yang lebih powerfull. Keberadaan sosok “Kontak Tani” yang efektif di era Bimas, menjadi lebih kuat pada diri penyuluh swadaya saat ini. Relasi yang intim dan akrab dengan staf pemerintah (penyuluh PNS) merupakan modal sosialnya yang kuat. Penyuluh swadaya berdiri di dua kaki, di pemerintahan dan sekaligus di petani. Ia menjadi tokoh penghubung yang kokoh.

Keempat, agen bisnis yang potensial. Sebagian besar penyuluh swadaya saat ini memiliki usaha yang aktif. Jadi, selain sebagai pelaku utama, ia juga pelaku usaha pertanian. Selain mengajarkan petani bagaimana berusahatani lebih baik, ia menampung hasil panen petani untuk dipasarkan. Dengan kata lain, selain mempraktekkan Farmer Field Schhol (FFS), ia juga menjalankan Farmer Bussiness School (FBS)

Kelima, mampu mengajarkan teknologi dan ketrampilan bertani lebih tepat karena ia memiliki pengetahuan teknis dari pengalaman langsung sebagai petani di lapangan. Dan, keenam, penyuluh swadaya juga punya nilai lebih pada kepemilikan modal sosial. Posisi penyuluh swadaya sebagai bagian dari komunitasnya merupakan posisi yang sangat penting. Karena itu, adalah keliru jika penyuluh swadaya hanya ditempatkan sebagai elemen SDM dalam pembangunan, dan hanya “membantu” penyuluh pemerintah. Memandang penyuluh swadaya hanya sebagai sumberdaya manusia (human capital), merupakan pandangan yang sempit. Ada kapasitas penyuluh swadaya yang sesungguhnya jauh lebih esensial yakni sebagai elemen yang mampu menumbuhkan dan menjaga modal sosial dalam komunitasnya.

Jika masyarakat divisualisasikan dengan seperangkat titik-titik dan garis-garis, maka “titik adalah simbol manusia dan garis simbol relasi antar manusia. Konsep human capital hanya bicara “titik” sedangkan social capital bicara “garis”. Konsep social capital dapat diterapkan untuk upaya pemberdayaan masyarakat  karena  social capital menjadi semacam perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat (World Bank, 2005). Penyuluh swadaya adalah agen penting yang menjadi simpul pembentukan modal sosial di komunitasnya.

Dengan konsep human capital, maka penyuluh swadaya hanya dilihat sebagai komponen organisasi, sedangkan dengan konsep social capital ia dipandang sebagai penggerak komunitas. Jika kita memandang penyuluh swadaya dalam konteks human capital maka yang diberikan adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Sebaliknya, jika menggunakan pendekatan social capital, penyuluh swadaya diposisikan untuk memperkuat relasi apa yang berlangsung ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain. Dengan kata lain, penyuluh swadaya tidak semata “employment”, namun sebagai makhluk sosial (social beings) sebagai energi di komunitasnya yang dicirikan oleh daya kreatifitas dan pelibatan langsungnya.  Artinya, ia juga memiliki intellectual capital.  

Kebutuhan Dukungan untuk Penyuluh Swadaya

Penelitian Indraningsih et al. (2013: “Peran Penyuluh Swadaya Dalam Implementasi Undang–Undang Sistem Penyuluhan Pertanian”) di tiga propinsi, dimana penulis juga terlibat di dalamnya, mendapatkan bahwa bahwa kemampuan Penyuluh Swadaya relatif beragam, namun penguasaan dari aspek teknis sudah memadai.  Sebagian memperolehnya karena mengikuti pelatihan dari pemerintah, dan sebagian lagi karena belajar secara mandiri dari pengalaman yang sudah puluhan tahun di sawah dan ladang. Selain menyuluh kepada petani di dalam kelompok tani se-desa, sebagian penyuluh swadaya sudah ada yang memberikan penyuluhan sampai ke luar desa bahkan luar kabupaten.

Dari 32 orang responden penyuluh swadaya, tipologinya dapat dibedakan atas empat tipe peran yang dijalankannya, yaitu: (1) penyuluh sebagai pendamping teknis, (2) sebagai  penggerak komunitas khususnya dalam pengembangan organisasi petani, (3) sebagai pembaharu dengan memperkenalkan berbagai komoditas dan bidang usaha yang baru ke petani sekitarnya, dan (4) penyuluh swadaya sebagai pelaku bisnis.

Penyuluh swadaya memiliki berbagai sisi keunggulan dibandingkan penyuluh  pemerintah dan swasta, dan ke depan ia memiliki peran yang lebih strategis. Dalam prakteknya, ketiga jenis penyuluh (penyuluh pemerintah, swadaya dan swasta) saling konvergen satu sama lain dalam diri seorang “penyuluh swadaya”. Ia melayani, mengajari, sekaligus mengembangkan bisnis petani secara proaktif. Tipe penyuluh swadaya seperti ini diyakini akan lebih bertahan, karena memiliki motivasi ganda yang saling menguatkan. ******

Tidak ada komentar: