Konsep “KEDAULATAN PANGAN” sekarang lagi trend, sejak Tim Jokowi-JK mengusungnya
sebagai sebuah semangat. Bisa juga sebagai strategi ya, atau menjadi tujuan? Konsep
kedaulatan pangan muncul pertama kali tahun 1996, atau lebih dari 20 tahun
setelah konsep katahanan pangan digulirkan. Kedaulatan pangan semula merupakan
kerangka kebijakan dan wacana untuk mengangkat kesejahteraan petani kecil.
Konsep ini lalu berkembang cepat dan telah diadopsi ribuan organisasi petani,
masyarakat lokal, LSM, lembaga kemasyarakatan, bahkan mulai diadopsi
lembaga-lembaga di bawah PBB, termasuk oleh FAO. Namun demikian, di Indonesia
khususnya, konsep ini tidak mudah diterima terutama dari kalangan pemerintahan.
Alasan dari mereka yang anti terhadap konsep ini adalah karena kedaulatan pangan merupakan konsep politik. Hal ini tampaknya mengambil pendapat Windfuhr dan Jonsen (2005) yang menyatakan ”food sovereignty is essentially a political concept”. Demikian pula dengan Lee (2007) yang menyebutkan bahwa kedaulatan pangan sebenarnya agak terkait dengan politik formal.
Konsep kedaulatan pangan bersumber dari gerakan petani Via Campesina. Pemicunya adalah sering terjadinya konflik dalam penggunaan sumberdaya genetik tanaman, sehingga menimbulkan ketegangan antara pendekatan ketahanan pangan dengan kedaulatan pangan. Gagasan kedaulatan pangan yang muncul tahun 1996 merupakan respon terhadap sikap yang inklusif pada pertanian dalam sistem perdagangan dunia melalui AoA.
Konsep kedaulatan pangan merupakan hasil dari gerakan melalui pertemuan petani
yang dibentuk tahun 1992 pada Kongres The National Union of Farmers and
Livestock Owners (UNAG). Kegiatan ini dikoordinasikan oleh anggota yang
tersebar dari Afrika, Amerika Utara, Tengah dan Selatan; Asia, Karibia dan
Eropa. Anggota kelompok Via Campesina mencakup Family Farmers’ Association
(UK), Confederation Paysanne (France), Bharatiya Kisan Union (India), Landless
Workers' Movement (Brazil), National Family Farm Coalition (USA) dan para
petani tak bertanah Landless Peoples' Movement (South Africa). Pada April 1996,
berlangsung pertemuan kedua yang dilaksanakan di Tlaxcala, Mexico. Dari
pertemuan ini berhasil dirumuskan visi yakni ‘Food Sovereignty: A Future
without Hunger’, serta batasan, yaitu “Food sovereignty is the right of each
nation to maintain and develop its own capacity to produce its basic foods
respecting cultural and productive diversity. We have the right to produce our
own food in our own territory. Food sovereignty is a precondition to genuine
food security.” (Via Campesina, 2006).
Semenjak kegitan ini, berbagai publikasi, pernyataan dan deklarasi telah disampaikan dalam konteks kerangka kerja kedaulatan pangan. Pada tahun 2002 berhasil dibentuk sebuah komite yaitu International Planning Committee (IPC) untuk kedaulatan pangan.
Semenjak kegitan ini, berbagai publikasi, pernyataan dan deklarasi telah disampaikan dalam konteks kerangka kerja kedaulatan pangan. Pada tahun 2002 berhasil dibentuk sebuah komite yaitu International Planning Committee (IPC) untuk kedaulatan pangan.
IPC merumuskan bahwa kedaulatan pangan memiliki
empat area prioritas atau pilar, yaitu: (1) hak terhadap pangan; (2) akses
terhadap sumber-sumber daya produktif; (3) Pengarusutamaan produksi yang ramah
lingkungan (agroecological production); serta (4) perdagangan dan pasar lokal
(IPC, 2006). Hak terhadap pangan berkaitan dengan pengembangan pendekatan hak
asasi manusia pada individu, serta pangan dan gizi yang diterima secara
kultural. Sedangkan akses kepada sumber daya produktif berkaitan dengan akses
kepada lahan, air, dan sumber genetik.
Jadi, Bapa Ibu, sepintas jelas bahwa kedaulatan pangan aslinya adalah pada level RUMAH TANGGA PETANI, bukan pada level NEGARA. Kalo yang berkembang saat ini, sebagaimana Tim Jokowi-JK memahaminya adalah pada level negara.
Jadi, Bapa Ibu, sepintas jelas bahwa kedaulatan pangan aslinya adalah pada level RUMAH TANGGA PETANI, bukan pada level NEGARA. Kalo yang berkembang saat ini, sebagaimana Tim Jokowi-JK memahaminya adalah pada level negara.
Oke, ini tampaknya memang baik-baik saja, padahal tidak. Jika
kedaulatan pangan dipahami sebagai “kedaulatan negara” terhadap pangan, ini more
or less sama maknanya dengan ketahanan pangan yang ideal, yaitu SWASEMBADA. Satu
masalah kecil adalah: jika ini yang dipakai, artinya kedaulatan petani atas
sumber-sumber daya pertanian tetap TIDAK DIJAMIN. Artinya, petani tidak
berdaulat atas benih, tidak punya lahan sendiri, tidak akses pupuk, tidak bisa
bikin pupuk sendiri, masih bergantung tukang pestisida, ga berhak kepada hasil
panen karena kudu dibagi sama si pemilik tanah, dst.
UU No 18 - 2012 tentang PANGAN Pasal 1 menyebutkan “Kedaulatan Pangan”
adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan
yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi
masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber
daya lokal. Disini, kedaulatan berlaku di dua level sekaligus: level
negara dan level rumah tangga petani. Jadi Bro, jangan suka direduksi melulu
ya. Udah bagus tu UU nya, jangan dikorting wae. Sip. ******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar