Jumlah pe-longok :

Senin, 22 September 2014

Kedaulatan pangan NEGARA apa kedaulatan PETANI?

Konsep “KEDAULATAN PANGAN” sekarang lagi trend, sejak Tim Jokowi-JK mengusungnya sebagai sebuah semangat. Bisa juga sebagai strategi ya, atau menjadi tujuan? Konsep kedaulatan pangan muncul pertama kali tahun 1996, atau lebih dari 20 tahun setelah konsep katahanan pangan digulirkan. Kedaulatan pangan semula merupakan kerangka kebijakan dan wacana untuk mengangkat kesejahteraan petani kecil. Konsep ini lalu berkembang cepat dan telah diadopsi ribuan organisasi petani, masyarakat lokal, LSM, lembaga kemasyarakatan, bahkan mulai diadopsi lembaga-lembaga di bawah PBB, termasuk oleh FAO. Namun demikian, di Indonesia khususnya, konsep ini tidak mudah diterima terutama dari kalangan pemerintahan.

Alasan dari mereka yang anti terhadap konsep ini adalah karena kedaulatan pangan merupakan konsep politik. Hal ini tampaknya mengambil pendapat Windfuhr dan Jonsen (2005) yang menyatakan ”food sovereignty is essentially a political concept”. Demikian pula dengan Lee (2007) yang menyebutkan bahwa kedaulatan pangan sebenarnya agak terkait dengan politik formal.
Konsep kedaulatan pangan bersumber dari gerakan petani Via Campesina. Pemicunya adalah sering terjadinya konflik dalam penggunaan sumberdaya genetik tanaman, sehingga menimbulkan ketegangan antara pendekatan ketahanan pangan dengan kedaulatan pangan. Gagasan kedaulatan pangan yang muncul tahun 1996 merupakan respon terhadap sikap yang inklusif pada pertanian dalam sistem perdagangan dunia melalui AoA.
Konsep kedaulatan pangan merupakan hasil dari gerakan melalui pertemuan petani yang dibentuk tahun 1992 pada Kongres The National Union of Farmers and Livestock Owners (UNAG). Kegiatan ini dikoordinasikan oleh anggota yang tersebar dari Afrika, Amerika Utara, Tengah dan Selatan; Asia, Karibia dan Eropa. Anggota kelompok Via Campesina mencakup Family Farmers’ Association (UK), Confederation Paysanne (France), Bharatiya Kisan Union (India), Landless Workers' Movement (Brazil), National Family Farm Coalition (USA) dan para petani tak bertanah Landless Peoples' Movement (South Africa). Pada April 1996, berlangsung pertemuan kedua yang dilaksanakan di Tlaxcala, Mexico. Dari pertemuan ini berhasil dirumuskan visi yakni ‘Food Sovereignty: A Future without Hunger’, serta batasan, yaitu “Food sovereignty is the right of each nation to maintain and develop its own capacity to produce its basic foods respecting cultural and productive diversity. We have the right to produce our own food in our own territory. Food sovereignty is a precondition to genuine food security.” (Via Campesina, 2006).
Semenjak kegitan ini, berbagai publikasi, pernyataan dan deklarasi telah disampaikan dalam konteks kerangka kerja kedaulatan pangan. Pada tahun 2002 berhasil dibentuk sebuah komite yaitu International Planning Committee (IPC) untuk kedaulatan pangan.
IPC merumuskan bahwa kedaulatan pangan memiliki empat area prioritas atau pilar, yaitu: (1) hak terhadap pangan; (2) akses terhadap sumber-sumber daya produktif; (3) Pengarusutamaan produksi yang ramah lingkungan (agroecological production); serta (4) perdagangan dan pasar lokal (IPC, 2006). Hak terhadap pangan berkaitan dengan pengembangan pendekatan hak asasi manusia pada individu, serta pangan dan gizi yang diterima secara kultural. Sedangkan akses kepada sumber daya produktif berkaitan dengan akses kepada lahan, air, dan sumber genetik.
Jadi, Bapa Ibu, sepintas jelas bahwa kedaulatan pangan aslinya adalah pada level RUMAH TANGGA PETANI, bukan pada level NEGARA. Kalo yang berkembang saat ini, sebagaimana Tim Jokowi-JK memahaminya adalah pada level negara.

Oke, ini tampaknya memang baik-baik saja, padahal tidak. Jika kedaulatan pangan dipahami sebagai “kedaulatan negara” terhadap pangan, ini more or less sama maknanya dengan ketahanan pangan yang ideal, yaitu SWASEMBADA. Satu masalah kecil adalah: jika ini yang dipakai, artinya kedaulatan petani atas sumber-sumber daya pertanian tetap TIDAK DIJAMIN. Artinya, petani tidak berdaulat atas benih, tidak punya lahan sendiri, tidak akses pupuk, tidak bisa bikin pupuk sendiri, masih bergantung tukang pestisida, ga berhak kepada hasil panen karena kudu dibagi sama si pemilik tanah, dst.


UU No 18 - 2012 tentang PANGAN Pasal 1 menyebutkan “Kedaulatan Pangan” adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Disini, kedaulatan berlaku di dua level sekaligus: level negara dan level rumah tangga petani. Jadi Bro, jangan suka direduksi melulu ya. Udah bagus tu UU nya, jangan dikorting wae. Sip. ******

Tidak ada komentar: