Jumlah pe-longok :

Sabtu, 26 September 2015

PENYELENGGARAAN PENYULUHAN

Programa, Metode, dan Evaluasi

Penyelenggaraan penyuluhan yang dimaksud dalam bab ini mencakup mulai dari penyusunan programa, pelaksanaan penyuluhan, dan evaluasi kinerjanya.
Garis Kebijakan
Dalam Permentan No 52 tahun 2009 tentang Metode Penyuluhan Pertanian, Metode Penyuluhan pertanian adalah “cara atau teknik penyampaian materi penyuluhan agar petani tahun, mau, dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya sebagai usaha untuk meingkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan dan kesejahteraannya, serta kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup”.
Metode dalam hal teknik komunikasi dapat berupa pertemuan langsung dan tidak langsung, sementara dalam hal sasaran dapat berupa perorangan, kelompok dan juga massal. Dalam pelaksanaannya penyuluh juga dapat memilih metode temu wicara, temu karya, temu lapang dan temu usaha; serta juga kaji terap, karya wisata, kunjungan (rumah dan usaha), kursus tani, magang, mimbar sarasehan, pemutaran film, borsur, leaflet, dan lain-lain. Intinya, metode yang tersedia sangat terbuka dan variatif.
Bagaimana memilih metode yang sesuai? Dasar pertimbangan yang perlu diperhatikan terutama berkaitan dengan tahapan dan kemampuan adopsi inovasi sasaran. Tahapan adopsi inovasi terdiri atas tahap penumbuhan perhatian, penumbuhan minat, tahap menilai, tahap mencoba, dan tahap menetapkan. Pasal 26 UU SP3 telah mengingatkan agar penyuluhan dilakukan dengan menggunakan PENDEKATAN PARTISIPATIF melalui mekanisme kerja dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha.
Lebih jauh berkenaan dengan programa, Permentan No 25 tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian, disebutkan agar programa penyuluhan dapat merespon secara lebih baik ASPIRASI PELAKU UTAMA DAN PELAKU USAHA di perdesaan. Programa disusun dengan memperhatikan keterpaduan dan kesinergian programa penyuluhan pada setiap tingkatan. Keterpaduan mengandung maksud bahwa programa penyuluhan pertanian disusun dengan memperhatikan programa pertanian penyuluhan tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat nasional. Sedangkan yang dimaksudkan dengan kesinergian yaitu bahwa programa penyuluhan pertanian pada tiap tingkatan mempunyai hubungan yang bersifat saling mendukung. Penyusunan programa penyuluhan dimulai dari tahapan perumusan keadaan, lalu penetapan tujuan, penetapan masalah, penetapan rencana kegiatan, rencana monev, dan berakhir dengan revisi programa penyuluhan.
UU 16 tahun 2006, yakni Bab VII tentang PENYELENGGARAAN, pada Pasal 23 berkenaan dengan Programa penyuluhan disebutkan bahwa Programa penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan penyuluhan. Programa penyuluhan terdiri atas programa penyuluhan desa/kelurahan atau unit kerja lapangan, programa penyuluhan kecamatan, programa penyuluhan kabupaten/kota, programa penyuluhan provinsi, dan programa penyuluhan nasional. Programa penyuluhan disusun dengan memperhatikan keterpaduan dan kesinergian programa penyuluhan pada setiap tingkatan. Pasal 24 telah mengingatkan agar Programa penyuluhan JANGAN NORMATIF dan ABSTRAK, namun harus terukur, realistis, bermanfaat, dan dapat dilaksanakan serta dilakukan secara partisipatif, terpadu, transparan, demokratis, dan bertanggung gugat.
Pada hakekatnya, UUU No 16 tahun 2006 telah memuat berbagai pemikiran dan relatif sejalan dengan paradigma baru penyuluhan pertanian. Hal ini terlihat dari: Pertama, pada Bab Asas, Tujuan, Dan Fungsi, yakni Pasal 2 disebutkan bahwa “Penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat”. Dapat dikatakan, hampir seluruh ide dan sikap positif pembangunan telah diadopsi dalam kalimat ini, utamanya pada asas demokrasi dan partisipasi.
Kedua, penyuluhan tidak lagi pada sekedar peningkatan produksi pertanian, namun pada manusianya. Pasal 3 menyebut bahwa tujuan penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial. Dicakupnya objek “modal sosial” disini bermakna bahwa penyuluh pertanian Indonesia harus mempunyai fokus lebih luas dari sekedar individu petani (pengetahuan-sikap-ketrampilan), namun juga ORGANISASI PETANI dan berbagai jaringan sosial yang terbentuk di masyarakat.
Tujuan mulia ini dicapai dengan memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi (point b).
Ketiga, menerapkan manajemen yang TERINTEGRATIF, tidak lagi terpasung ego sektoral. Pada Pasal 6 terbaca bahwa penyuluhan dilaksanakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Lalu pada Pasal 7 disebutkan “Dalam menyusun strategi penyuluhan, pemerintah dan pemerintah daerah memperhatikan kebijakan penyuluhan dengan melibatkan pemangku kepentingan di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan”.
Keempat, pelibatan masyarakat petani, dan menjadikan petani sebagai subjek penyuluhan. Pada point b pasal 6 disebutkan: “penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama dan/atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkat administrasi pemerintahan”. Semangat ini dikuatkan oleh Pasal 29, dimana pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan.
Kelima, penyuluhan tidak lagi dimonopoli oleh pemerintah, dengan diakuinya keberadaan penyuluh swadaya yang  berasal dari petani dan penyuluh swasta. Dengan UU ini dilahirkan pula Komisi Penyuluhan Pertanian sebagai organisasi independen yang dibentuk pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang terdiri atas para pakar dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian dan kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunan perdesaan. Selain ini, juga dibentuk wadah koordinasi penyuluhan nasional yang bersifat nonstruktural.
Selanjutnya, Permentan No 91 tahun 2013 Tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian, menyebutkan bahwa EVALUASI KINERJA Penyuluh Pertanian adalah “suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan parameter kinerja Penyuluh Pertanian dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya”. Indikator penilaian kinerja mencakup mulai dari persiapan sampai pelaksanaan, serta evaluasi dan pelaporan. Pada aspek Persiapan Penyuluhan Pertanian adalah: (1) Membuat data potensi wilayah dan agro ekosistem, (2) Memandu (pengawalan dan pendampingan) penyusunan RDKK, (3) Penyusunan programa penyuluhan pertanian desa dan kecamatan, dan (4) Membuat Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian (RKTPP).
Sedangkan pada pelaksanaan penyuluhan mencakup bagaimana pelaksanaan penyebaran materi penyuluhan,  penerapan metoda penyuluhan, peningkatan kapasitas petani, menumbuhkan dan mengembangkan kelembagaan petani secara kuantitas dan kualitas, serta bagaimana keberhasilan peningkatan produktivitas usaha tani petani.  
Evaluasi  kinerja  dilakukan  mulai bulan Oktober sampai dengan Desember tahun berjalan, dimana metodenya dilakukan secara  Mandiri  oleh  Penyuluh Pertanian dengan menggunakan instrumen penilaian  Formulir 1.A dan 1.B. Hasil Evaluasi Kinerja secara Mandiri akan diverifikasi oleh Tim Evaluasi Kinerja secara berjenjang di wilayahnya.
Dalam Permentan No 45 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian telah ditetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang penyuluhan pertanian dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 43 Tahun 2013. SKKNI tersebut merupakan acuan sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian. Melalui sertifikasi profesi diharapkan terwujud Penyuluh Pertanian yang profesional sehingga penyelenggaraan penyuluhan dapat terjamin mutunya dan mendapat pengakuan dari masyarakat sebagai penerima manfaat.  Uji kompetensi direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bahwa semua persyaratan dilakukan secara objektif dan sistematis dengan bukti-bukti yang terdokumentasi.
Sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian memiliki banyak manfaat yaitu: (1) melindungi profesi Penyuluh Pertanian dari praktik yang tidak kompeten yang dapat merusak citra profesi Penyuluh Pertanian, (2) melindungi masyarakat dari praktik penyuluhan pertanian yang tidak bertanggung jawab, dan sekaligus (3) menjamin mutu penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Pada Bab II Prosedur Sertifikasi Profesi, disebutkan bahwa Lembaga Pelaksana  adalah Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian selaku LSPP- 1 PP PNS. LSP yang mendapatkan lisensi dari BNSP berhak melaksanakan sertifikasi profesi bagi Penyuluh Pertanian Swasta dan Penyuluh Pertanian Swadaya. LSP dimaksud dibentuk atas dasar komitmen bersama antara pihak Pemerintah (Kementerian Pertanian), Asosiasi Profesi Penyuluh Pertanian, dan pemangku kepentingan lainnya.
Ruang lingkup dan Metode Uji Kompetensi mencakup unit kompetensi sesuai dengan kerangka kualifikasi profesi Penyuluh Pertanian seperti yang telah ditetapkan dalam SKKNI bidang penyuluhan pertanian. Metode uji kompetensi dilaksanakan melalui tes tertulis, wawancara, portofolio dan unjuk kerja. Uji ini berlaku untuk PPL PNS, swadaya dan swasta dengan prosedurnya masing-masing.
Permasalahan yang Dihadapi
Berbagai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan programa penyuluhan pertanian antara lain adalah:
(1) Belum tertibnya penyusunan programa penyuluhan pertanian di semua tingkatan;
(2) Naskah programa penyuluhan pertanian belum sepenuhnya dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian;
(3) Keberadaaan penyuluh pertanian tersebar pada beberapa dinas/instansi, baik di provinsi maupun kabupaten/kota;
(4) Programa penyuluhan pertanian kurang mendapat dukungan dari dinas/instansi terkait; dan
(5) Penyusunan programa penyuluhan pertanian masih didominasi oleh petugas (kurang partisipatif).
Programa yang disusun masih sebatas kewajiban administratif yang belum sungguh-sungguh dijadikan acuan dalam operasional penyuluhan sehari-hari. Materi di dalamnya juga cenderung NORMATIF, ABSTRAK, dan KUALITATIF.
Upaya Perbaikan Ke Depan
Penyelenggaraan penyuluhan merupakan elemen yang keberhasilannya bergantung kepada banyak elemen lain dari sistem penyuluhan. Untuk itu, sesuai prinsip partisipatif, maka kegiatan penyuluhan mesti bersifat INKLUSIF dimana setiap orang dapat berperan dalam penyuluhan, misalnya dengan mengoperasikan Sistem Pertanian Terpadu (SITANDU)  yang didukung Cyber Extension.
Efektivitas penyuluhan bisa ditingkatkan bila apresiasi terhadap kelembagaan penyuluhan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan pertanian ditingkatkan. Indikatornya adalah adanya dukungan dinas dan instansi terkait layaknya program BIMAS dahulu. Implementasi tata kerja antara kelembagaan pembangunan pertanian harus didasari pemahaman peran badan pelaksana penyuluhan sebagai lembaga koordinasi yang berpotensi mampu mengurangi egosektoral dalam upaya penguatan keterpaduan pembangunan pertanian. Validasi data pertanian di lapangan dapat dilakukan melalui pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh dalam menginput perkembangan data pertanian (waktu tanam, waktu panen, penggunaan benih, hasil, luas lahan, luas tanam, potensi wilayah, alih fungsi lahan, dll).
Keragaman nama, fungsi, dan struktur organisasi, serta pengorganisasian penyuluhan meningkatkan kompleksitas dan kendala dalam penyelenggaraan penyuluhan. Karena itu, rapat koordinasi antar kelembagaan merupakan celah masuk yang penting bagi kelancaran dan optimalisasi penyelenggaraan penyuluhan.
Kesenjangan informasi dan inovasi teknologi bagi para penyuluh terjadi karena kelemahan akses terhadap teknologi informasi, dan kekurangan inovasi teknologi. Lebih jauh lagi, insentif materi yang disediakan tidak merata akibat keterbatasan dukungan pendanaan ditingkat kecamatan dan desa. Terobosan-terobosan inovasi teknologi dimungkinkan sejalan dengan pendekatan penyuluhan partisipatif dan terintegrasi, untuk mengangkat temuan terobosan teknologi di tingkat petani maupun yang bersumber dari instansi terkait.
Pihak BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) di bawah Badan Litbang Pertanian melaporkan bahwa kedepan para peneliti dan penyuluh di BPTP diwajibkan lebih intensif berinteraksi dengan Balai Penyuuhan, dan akan menjadikan pelatihan disana sebagai tugas mereka. Peningkatan sinergitas materi, metode, dan penyuluhan, melalui cyber extension dan harmoni partisipasi peneliti, penyuluh, dan sasaran penyuluhan.
Pembangunan pertanian tidak bisa diseragamkan di seluruh wilayah pembangunan, dengan demikian perlu ada tipologi guna membedakan penanganan dalam pembinaannya, termasuk dalam kelembagaan dan penyelengaraan penyuluhan. Sistem penyuluhan perlu mendorong pengembangan sistem perkreditan,  pembiayaan, dan asuransi pertanian, serta memperjuangkan kemitraan sinergis antara petani lahan sempit dengan pelaku pertanian korporat dan pelaku yang lebih profesional, maupun koperasi pertanian. Guna meningkatkan kegiatan penyuluhan, diperlukan komitmen pimpinan dalam hal-hal mengatasi kendala biaya penyuluhan, dan penguatan insentif berupa penghargaan terhadap kiprah penyuluhan.

*****

Tidak ada komentar: