Jumlah pe-longok :

Kamis, 10 Mei 2012

Sejarah Penelitian Pertanian di Indonesia:

Disusun oleh Ir. Syahyuti, MSi. (Peneliti Sosiologi Pertanian pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor). Materi ini sangat ringkas, masih dangkal, dan belum lengkap. Jika Bapa, Ibu, dan Rekan mau membantu untuk melengkapinya, silahkan isi pada ruang comment di bawah.

1817. Berdiri Kebun Raya Bogor. Fungsi Kebun Raya yang semula untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang botani tropis kemudian berkembang untuk studi pertanian rakyat bagi bumi putera dan perkebunan milik bangsa Eropa.

1876.  Kebun Raya membangun Kebun Budidaya Tanaman (Kultuurtuin) di Cikeumeuh Bogor dengan mandat untuk melaksanakan 3 fungsi, yaitu : penelitian, pendidikan, dan penyuluhan. Disamping membangun kebun percobaan dengan fungsi penelitian, juga dibangun kebun-kebun percontohan dan sekolah pertanian sebagai bagian dari fungsi penyuluhan dan pendidikan pertanian.

1905. Berdirinya Departemen Pertanian (Departemen Van Landbouw) yang salah satunya melaksanakan pendidikan dan penyuluhan pertanian bagi rakyat pribumi. Selanjutnya, berdiri Sekolah Hortikultura (1900), Sekolah Pertanian (1903), Sekolah Dokter Hewan (1907), Culture School (1913), Lanbouw Bedriff School (1922), dan Middlebare Boschbauw School pada tahun 1938.

1918: Berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen)

1960-1970. Teknologi genetika memicu terjadinya revolusi hijau (green revolution) yang berjalan sejak 1960-an. Dengan adanya revolusi hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga dapat tercukupi bahan makanan pokok asal serealia. Cabang ilmu genetika yang memfokuskan pada genetika level sel dan level DNA membuat terobosan baru pada akhir tahun 1980-an. Ilmu genetika ini menerapkan teknik perbaikan sifat spesies melalui level DNA dengan cara memasukkan gen eksogenus, untuk memperoleh sifat-sifat bermanfaat yang tidak terdapat pada spesies tersebut.

1974. Keppres tahun 1974 (dan lalu tahun 1979) menetapkan bahwa Badan Litbang Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan).

1974. Proyek Survey Agro Ekonomi (SAE) mulai dijalankan yang berada di bawah Yayasan Agro Ekonomika (YAE). Dengan nama Pusat Penelitian Agro Ekonomi (P/AE) sesuai dengan Keppres RI No. 44-45/1974, dan secara resmi posisinya adalah di bawah Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian. Objek penelitian kala itu berkenaan dengan karakteristik penguasaan lahan, perubahan pola panen, pendapatan tenaga kerja dan kesejahteraan petani. Beberapa peneliti saat itu misalnya adalah Prof. Sajogyo, DR. Rudolf Sinaga, dan Ir. Gunawan Wiradi, MSoc. (foto gedung PSE awal).

-Berdasarkan Keppres No. 24/1983 dan SK Mentan No. OT.210/706/Kpts/9/1983 ditetapkan bahwa kegiatan penelitian sosial ekonomi pertanian dijalankan oleh Pusat Penelitian Agro Ekonomi (P/AE). Kerjasama  penelitian dengan instansi departemen-departemen, pemerintah daerah, serta dengan luar negeri di antaranya adalah ADB, ACIAR, FAO, ESCAP-CGPRT, IFPRI, IFAD, IIRI, dan ISNAR. Penelitian yang dijalankan dengan topik kebijakan industri pengolahan, kesempatan kerja dan insentif harga dalam menunjang program diversifikasi tanaman pangan. Juga dilakukan penelitian untuk berbagai komoditas tanaman industri yaitu untuk karet, minyak nabati, tembakau, kopi, kelapa sawit, serta PIR; serta penelitian-penelitian perikanan laut dan darat.

1990. PAE berubah nama menjadi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (P/SE) eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, sesuai dengan Keppres No. 4 tahun 1990 tanggal 24 Juni 1990. Penelitian dengan analisis sosial mulai dijalankan, baik secara terpisah maupun bersama-sama dengan penelitian ekonomi pertanian. Sesuai dengan SK Mentan No. 560/Kpts/OT.210/8/1990 tanggal 6 Agustus 1990, P/SE mempunyai tugas membina, mengkoordinasikan, dan melaksanakan penelitian di bidang sosial ekonomi pertanian, serta menjadi referensi nasional dan pusat koordinasi penelitian ekonomi dan sosial pertanian. Fungsi yang diemban adalah: (a) melakukan koordinasi penyusunan program penelitian dan evaluasi pelaksanaan tata operasional penelitian agro ekonomi, (b) membina dan mengkoordinasikan, serta melaksanakan penelitian agro ekonomi, dan (c) melakukan penyaluran hasil penelitian dan memberikan pelayanan teknik penelitian agro ekonomi.

Penelitian dikelompokkan atas empat bagian yaitu analisis komoditas, alokasi sumberdya nasional, kelembagaan pedesaan, dan analisis kebijaksanaan. Ada 5 program penelitian yaitu: (1) pembangunan pertanian, wilayah dan pedesaan, (2) agribisnis, (3) studi perdagangan internasional dan antar wilayah, (4) penelitian kelembagaan pertanian dan pedesaan, serta (5) penelitian sumber daya manusia, kapital, dan sumberdaya alam.

Tahun 2001 berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Dan, tahun 2005, sesuai dengan Permentan No. 299 tahun 2005, berubah lagi menjadi Pusat Analisis Sosial Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.  Peran PSEKP adalah: merumuskan program serta melaksanakan analisis dan pengkajian sosial ekonomi dan kebijakan di bidang pertanian, melaksanakan telaah ulang program dan kebijakan di bidang pertanian, memberikan pelayanan teknis, serta melakukan kerjasama dan pendayagunaan hail penelitian.

1980. Varietas padi Cisadane dilaunching. Umur tanaman sekitar 135 – 140 hari, dengan rata-rata hasil  5,0 ton/ha, dan potensi hasil 7,0 ton/ha. Tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2, namun rentan terhadap wereng coklat biotipe 3. Untuk penyakit, ia tahan terhadap hawar daun bakteri, namun rentan terhadap blas dan hawar pelepah, dan virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput.

1981. Balai Penelitian Ternak (Balitnak) merupakan gabungan dua Unit Kerja bidang peternakan yaitu Lembaga Penelitian Peternakan (LPP) di jalan Raya Pajajaranm, Bogor dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak (P3T) di Ciawi, Bogor pada tahun 1981. Sejalan dengan perkembangannya, sejak didirikan masing-masing unit kerja tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan nama. Lembaga Penelitian Peternakan di Bogor, awal didirikannya bernama Balai Penelitian Umum (BPU 1950, Palai Penyidikan Peternakan (BPP) 1952, Pusat Balai Penyelidikan Peternakan (PBPP) 1956, Lembaga Penelitian Peternakan (1961), Lembaga Peternakan (1966), Lembaga Penelitian Peternakan (1967).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak (P3T) di Ciawi, Bogor adalah kantor penelitian Indonesia-Australia berdasarkan memorandum persetujuan tanggal 4 Desember 1974, kerjasama Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Indonesia dengan Colombo Plan, CSIRO (Commonwealth Scientific and Industri Research Organization) Australia. Direncanakan berlangsung selama 10 tahun. Semula bernama B.A.R.I. (Bogor Animal Husbandry Research Institute) kemudian berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (P4). Pada tanggal 13 Nopember 1978 berubah menjadi P3T dan diresmikan pengunaannya oleh Presiden Soeharto dan dihadiri oleh Perdana Menteri Australia serta pejabat tinggi kedua negara Penggabungan LPP dan P3T tahun 1981 secara resmi menjadi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) SK Mentan No. 71/KPts/OT.210/1/2002 dan sekaligus pelimpahan kedudukan yang semula dibawah Direktorat Jenderal Peternakan menjadi Unit Kerja Badan Litbang Pertanian. Tahun 1950 menjadi Balai Peternakan Umum, lalu tahun 1952 menjadi Balai Penyidikan Peternakan, tahun 1956 berubah lagi menjadi Pusat Balai Penyidikan Peternakan, dan tahun 1961 Lembaga Penelitian Peternakan. Tahun 1974 menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan atau Bogor Animal Husbandry Research Institute, lalu 1978 menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak.

1983: Badan Litbang mengalami perubahan sesuai dengan perubahan lingkungan strategis dan tuntutan pembangunan pertanian. Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, Badan Litbang Pertanian terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro-Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan.

1990. Dalam Keppres No. 4 1990 struktur Organisasi Badan Litbang Pertanian terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 75/Kpts/OT.210/2/1991, Badan Litbang mendapat tambahan satu unit Eselon II yaitu Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian (BBP Alsintan).

1991. Dilakukan penelitian oleh PSEKP yang cakupan wilayahnya paling luas, yakni seluruh propinsi (kecuali DKI Jakarta) dengan judul Studi Identifikasi Wilayah Miskin di Indonesia dan Alternatif Penaggulangannya. Saat itu, pemerintah mulai menyadari adanya fenomena kemiskinan, dan mulai terbuka untuk dipelajari secara ilmiah. Ini merupakan studi kemiskinan yang cukup luas di Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah bisa dibicarakan secara terbuka. Pemerintah sebelumnya selalu berupaya menutupi masalah kemiskinan ini.

1993. Seiring dengan program pemerintah untuk merampingkan jabatan struktural dan mengembangkan jabatan fungsional, dikeluarkan Keppres No. 83 tahun 1993 yang dijabarkan dalam Kepmen Pertanian No.96/Kpts/OT.210/2/1994 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Pertanian. Selanjutnya susunan organisasi Badan Litbang Pertanian terdiri atas 11 unit Eselon II, yaitu: Sekretariat, Pusat Penyiapan Program Penelitian, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan, serta BBP Alsintan. Pada reorganisasi saat ini, dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di sebagian besar propinsi di Indonesia.

1993: Sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003).

1995. Varietas padi Memberamo diperkenalkan ke masyarakat. Padi ini cocok untuk di lahan irigasi sebagai padi sawah pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian kurang dari 550 m dpl. Potensi hasil kurang lebih 6.5 t/ha gabah kering giling dengan kadar amilosa kurang lebih 19%. Tahan penyakit hawar daun bakteri (HDB) strain III dan agak tahan tungro. Tahan wereng coklat biotipe 1 & 2 dan agak tahan wereng cokelat biotipe 3. Tahan hawar daun bakteri strain III dan agak tahan tungro.

1998: Berdasarkan Keppres No.61/1998 Badan Litbang Pertanian mengalami perubahan, karena Puslitbang Tanaman Industri masuk ke Departemen Kehutanan dan Perkebunan, maka susunan organisasinya sebagai berikut: Sekretariat, Pusat Penyiapan Program Penelitian, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan, serta BBP Alsintan.

2000. Badan Litbang melakukan perampingan organisasi berdasarkan SK. Mentan No.160/Kpts/OT.210/3/2000. Pada periode ini Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) berubah menjadi Pusat Penelitian (Puslit). Susunan organisasi Badan Litbang terdiri atas 7 unit Eselon II: Sekretariat, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslit Tanaman Pangan, Puslit Hortikultura, Puslit Peternakan, serta BBP Alsintan sebagai unit Eselon IIb. Sesuai SK Mentan tersebut pula Puslitbang Perikanan masuk ke Departemen Kelautan dan Perikanan. Sedangkan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (tadinya Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian) berada dibawah administrasi Sekretariat Jenderal Deptan.

2000. Padi varietas Ciherang diluncurkan ke publik. Padi ini potensial mampu memberikan anakan produktif sebanyak 14-17 batang. Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl, dengan potensi hasil 5 sampai 8,5 ton/ha. Ia tahan penyakit Bakteri Hawar Daun (HDB) strain III dan IV. Juga tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV.

2001. Sesuai SK Menteri No. 01/Kpts/OT.210/1/2001 susunan organisasi Badan Litbang Pertanian berubah lagi ditandai dengan berubahnya 'Puslit' menjadi 'Puslitbang' dan kembalinya Perkebunan ke lingkungan Departemen Pertanian. Strukturnya menjadi 8 unit Eselon II: Sekretariat, Puslitbang Tanah & Agroklimat, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perkebunan, sedangkan BBP Mekanisasi Pertanian belum berubah.

2003. Terjadi penyempurnaan organisasi dan tata kerja dua Balai Penelitian. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No: 631/Kpts/OT.140/12/2003 disempurnakan menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Sedangkan Balai Penelitian Pascapanen Pertanian dengan Keputusan Menteri Pertanian No: 631/Kpts/OT.140/12/2003 disempurnakan menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Dengan demikian Badan Litbang Pertanian mempunyai 10 unit eselon II.

Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003).

2004. Peluncuran vaietas padi Mekongga. Varietas ini cukup disenangi, dengan kemampuan potensial kisaran hasil 6 ton/ha, dan rasa nasi pulen. Varietas ini agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3, agak tahan terhadap bakteri hawar daun strain IV.

2005. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 299/Kpts/OT.140/7/2005, Badan Litbang Pertanian terdiri dari satu Sekretariat Badan dan empat Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) yang meliputi 1) Puslitbang Tanaman Pangan, 2) Puslitbang Hortikultura, 3) Puslitbang Perkebunan, dan 4) Puslitbang Peternakan. Di samping itu, dibentuk Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian sebagai perubahan dari Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Berdasarkan Permentan No. 328/Kpts/OT.220/6/2005 Badan Litbang Pertanian membina Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Berdasarkan Permentan No. 329/Kpts/OT.220/6/2005, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian dibina sepenuhnya oleh Badan Litbang Pertanian.

Selanjutnya berdasarkan Permentan No. 300/Kpts/OT.140/7/2005 telah dibentuk Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDL) sebagai perubahan dari Puslitbang Tanah dan Agroklimat, sedangkan Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian berubah menjadi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) berdasarkan Permentan No. 301/Kpts/OT.140/7/2005. BBSDL mengkoordinasikan kegiatan penelitian dan pengembangan yang bersifat lintas sumberdaya di bidang tanah, agroklimat dan hidrologi, lahan rawa, serta pencemaran lingkungan. Sedangkan BBP2TP mengkoordinasikan kegiatan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian yang bersifat spesifik lokasi di 28 BPTP.

2006. Sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, tahun 2006 Unit Pelaksana Teknis (UPT) mengalami penataan organisasi. Penataan UPT tersebut meliputi peningkatan status eselon yaitu Balai Penelitian Tanaman Padi dari eselon III-a menjadi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi eselon II-b, Balai Penelitian Veteriner menjadi Balai Besar Penelitian Veteriner eselon II-b. Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik dari eselon IV-a menjadi Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika eselon III-a, Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan menjadi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri eselon III-a, dan Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian menjadi Balai Penelitian Lingkungan Pertanian eselon III-a.

Di samping itu, UPT yang mengalami perubahan nomenklatur adalah Balai Penelitian Tanaman Buah menjadi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat menjadi Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) tahun 2006 bertambah dua unit organisasi yaitu BPTP Gorontalo dan BPTP Maluku Utara. Sehingga tahun 2006 Badan Litbang Pertanian terdiri atas Sekretariat Badan, 4 Puslitbang, 2 Pusat, 7 Balai Besar, 15 Balai Penelitian, 30 Balai Pengkajian, dan 3 Loka Penelitian.

2007: Badan Litbang Pertanian mendapat penambahan dua UPT eselon III yaitu Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (BPATP) dan BPTP Papua Barat. Jadi pada tahun 2007 Badan Litbang Pertanian terdiri atas Sekretariat Badan, 4 Puslitbang, 2 Pusat, 7 Balai Besar, 15 Balai Penelitian, 1 Balai PATP, 31 Balai Pengkajian, dan 3 Loka Penelitian.

24 Juli 2008. Presiden SBY meluncurkan padi jenis baru yang diberi nama Situ Patenggang di Sukamadi, Subang, Jawa Barat. Padi varietas baru ini merupakan hasil penemuan dari penelitian yang dilakukan Balai Penelitian Padi Sukamadi, Subang, Jawa Barat. Dalam acara ini, presiden juga melakukan temu wicara dengan sekira 300-an petani se-Indonesia..

*****

Sejarah KREDIT Pertanian Indonesia:


Disusun oleh Ir. Syahyuti, MSi. (Peneliti Sosiologi Pertanian pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor). Materi ini sangat ringkas, masih dangkal, dan belum lengkap. Jika Bapa, Ibu, dan Rekan mau membantu untuk melengkapinya, silahkan isi pada ruang comment di bawah.

1963. Sejarah kredit pertanian diawali dengan adanya kredit program untuk Padi Sentra pada tahun 1963 dan dilanjutkan dengan Program Bimas pada tahun 1966 dan 1969 menjadi Bimas Gotong Royong. Pada tahun 1970 Bimas Gotong Royong diubah menjadi Bimas yang Disempurnakan sampai dengan tahun 1985. Pada tahun 1985 Kredit Bimas diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT). Kredit program sektor pertanian tersebut digulirkan dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan program intensifikasi padi. Namun sejak digulirkannya KUT, cakupan komoditas yang dapat dilayani menjadi lebih banyak yaitu padi, palawija dan hortikultura. Dalam perkembangannya KUT mengalami berbagai perubahan dan penyesuaian mengikuti perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah (Insus, Supra Insus, IP Padi-300 dan lain-lain).
-Kredit sektor pertanian pada umumnya adalah kredit program yang bersifat kredit masal atau bersifat kelompok dengan dana dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Proses pengucuran kredit program dimulai dari petani yang tergabung dalam kelompok tani menyusun Rencana Difinitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), yang disusun berdasarkan musyawarah anggota keolompok. RDKK tersebut kemudian diajukan kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk mendapatkan persetujuan tehnis, setelah ditanda tangani petugas PPL, RDKK tersebut diajukan kepada Dinas tehnis yaitu dinas yang mebidangi pertanian, setelah disetujui oleh dinas tehnis baru diajukan pada Bank yang ditunjuk (Bank pelaksana).
-Dikenal kredit dengan pola penyaluran Executing, dimana bank sebagai pelaksana, dan bank berhak untuk menolak setiap permohonan yang tidak memenuhi syarat bank tehnis walaupun telah disetujui oleh dinas tehnis, dengan pola ini resiko atas kredit tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab bank. Juga ada kredit dengan pola penyaluran Chanelling, dimana bank sebagai penyalurdan keputusan atas permohonan kredit ditentukan oleh pihak yang terkait.
Dalam hal ini kedudukan bank hanya sebagai penyalur saja dan tidak menanggung resiko atas kredit tersebut, sehingga bank tidak akan menganalisa sesuai standar bank tehnis yang ada dan cukup berdasarkan pada RDKK yang telah disetujui oleh pejabat dinas tehnis.

1 Juni 1983. Paket Kebijakan 1 Juni 1983 (PAKJUN). Kebijakan ini merupakan suatu tonggak awal deregulasi yang ditempuh, yang secara mendasar telah merombak sitem perkreditan nasional kita, dimana perbankan diarahkan untuk menghimpun kekuatan sendiri dalam penyaluran kredit dan lebih ditekankan pada sumber pembiayaan yang berasal dari tabungan masyarakat. Demikian pula penetapan suku bunga, yang semula dilakukan oleh Bank Indonesia dilepaskan dan diserahkan pada mekanisme pasar agar perbankan dapat bekerja lebih efisien

1988. Liberalisasi dibidang perbankan mencapai puncaknya dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88). Dengan alasan untuk membuka kesempatan kerja yang lebih luas, maka dalam Pakto 88 ini memberikan keleluasaan pendirian bank dan pembukaan kantor – kantor cabangnya, diperbolehkannya BUMN menyimpan deposito di bank swasta. Melalui pakto ini terjadi perubahan strutural atas kelembagaan perbankan. Kesempatan ini jelas tidak disia-siakan para pengusaha besar, sehingga jumlah bank meningkat sangat tajam, dari semula 124 pada tahun 1988 menjadi 238 pada awal krisi moneter tahun 1997.

27 Oktober 1988. Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (PAKTO). Kesinambungan dari paket kebijakan 1 Juni 1983, maka pada tanggal 27 Oktober 1988 pemerintah mengeluarkan kebijakan lanjutan, yang bertujuan untuk kemandirian bank dalam menghimpun dana masyarakat seluas-luasnya. Dengan paket kebijakan ini, pemerintah membuka dan mempermudah persyaratan pendirian bank baru maupun mempermudah pembukaan jaringan kantor-kantor cabang diseluruh pelosok tanah air

1989. Dimulainya kegiatan proyek Karya Usaha Mandiri (KUM), sebagai  kegiatan yang bergerak dalam bidang Pelayanan, Konsultansi dan Pengembangan pembiayaan mikro yang ditujukan khusus bagi rumahtangga miskin di pedesaan Indonesia, dengan menggunakan pendekatan Grameen Bank. Grameen Bank adalah skim kredit bagi keluarga miskin di Bangladesh yang dinilai telah berhasil baik dan melibatkan sebagian besar wanita perdesaan.
-Kegiatan KUM dimulai pada akhir tahun 1989 merupakan sebuah proyek penelitian kaji tindak (action reseach), berlokasi di desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Perintis kaji tindak KUM adalah Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian dan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI).

28 Pebruari 1991. Paket Kebijakan 28 Pebruari 1991 (PAKFEB). Kebijakan ini pada intinya merupakan kelanjutan dari Pakto 1988 khususnya tentang Penyempurnaan, Pengawasan dan Pembinaan Bank. Dalam Pakfeb ini menyangkut masalah prinsip kehati-hatian dalam perbankan.

1992. Sesuai Undang Undang Perbankan No.7 Tahun 1992, yang telah diperbaruhi dengan Undang Undang No. 10 Tahun 1998,  pasal 3 Undang Undang Perbankan tersebut menyebutkan : Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
-Didalam memberikan kredit, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 UU No.7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998, tentang perbankan disebutkan; Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian ini sejalan dengan adanya resiko yang selalu melekat pada bank dalam menjalankan fungsinya, baik sebagai penerima dana dari nasbahnya maupun dalam penyaluran kredit pada para debiturnya.

-Sejak tahun 1992 pula manajemen KUM diserahkan ke LPPI. Hal ini dilandasi oleh maksud dan tujuan didirikannya LPPI, yang selain sebagai wadah untuk pengembangan profesionalisme perbankan juga dimaksudkan untuk meningkatkan nilai dan mutu pengetahuan perbankan melalui riset dan pengembangan. Tanggal 23 Mei 2002, proyek KUM dilembagakan menjadi Yayasan Pengembangan Karya Usaha Mandiri (YP-KUM) dengan bidang usaha Pelayanan, Konsultansi dan Pengembangan Pembiayaan Mikro. Skim kredit KUM pada dasarnya mengadopsi model pinjaman Grammen Bank di Banglades. Melalui skim kredit ini masyarakat dipermudah mendapatkan kredit dengan tingkat suku bunga pasar untuk membiayai usaha yang akan dijalankannya. Model skim kredit ini cukup berhasil dan telah dikembangkan oleh beberapa pihak seperti Bank Indonesia, Institut Bankir Indonesia (IBI) dan lembaga pemerintah lingkup Departeme Pertanian. Beberapa pemerintah daerah saat ini juga sedang menjajagi pengembangan sistem tersebut di daerahnya.

 1992. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Namun, untuk pertanian, meskipun sudah sering dibicarakan, program asuransi untuk usaha-usaha pertanian tidak pernah terwujud. -Undang Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Menurut ketentuan Pasal 1 butir (1), yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima uang premi asuransi, untuk memberikan penggatian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang.

-Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan ini menyebutkan bahwa perkembangan perekonomian senantiasa berkembang cepat dengan tantangan yang semakin komplek. Oleh karena itu, diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan dibidang perekonomian termasuk sektor perbankan sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkokoh perekonomian nasional.

26 Desember 1995. Keluarnya Undang - Undang No. 5 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Dalam pasal 1 disebutkan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaiman diatur dalam Undang-undang ini. Sedang kriteria usaha kecil pada pasal 5 menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih tidak melebihi Rp.200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah),dan tidak termasuk tanah dan bangunan tempat berusaha, memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah) yang diusahan oleh warga negara Indonesia, berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar

1996. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.017/1996 tentang Perusahaan Penjaminan. Dalam pertimbangannya disebutkan antara lain: (a). bahwa untuk meningkatkan kemampuan pendanaan dan memperlancar kegiatan dunia usaha, diperlukan kesempatan yang lebih luas kepada dunia usaha dalam mengakses sumber-sumber; (b). bahwa untuk itu, diperlukan peranan perusahaan penjaminan untuk mendukung perusahaan dalam memperoleh pembiayaan dari berbagai sumber pendanaan.

1997. Krisis ekonomi pada tahun 1997, telah membangkitkan kesadaran akan kekuatan sektor usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dan prospek potensinya di masa depan, termasuk usaha pertanian.

1998. Lahirnya Undang Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan.
-Keluarnya SK Direktur BI No.31/164/KEP/DIR tanggal 8 Desember 1998 tentang Kredit Usaha Tani pola bank excuting.
-PT.Permodalan Nasional Madani (Persero), sebuah Lembaga Keuangan Khusus yang sahamnya 100% milik Pemerintah, didirikan di Jakarta berdasarkan TAP XVI/MPR/1998, Letter of Intent IMF tanggal 16 Maret 1999, PP No. 38/99 tanggal 25 Mei 1999. Dari modal dasar perseroan ini sebesar Rp. 1,2 trilyun, telah ditempatkan dan disetorkan sebesar 300 milyar. Tugas utama PNM adalah memberikan solusi pembiayaan pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dengan kemampuan yang ada berdasarkan kelayakan usaha serta prinsip ekonomi pasar.  

1 Juni 1999. PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), sebagai BUMN yang mengemban tugas khusus memberdayakan usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK). Tugas pemberdayaan tersebut dilakukan melalui penyelengaraan jasa pembiayaan dan jasa manajemen, sebagai bagian dari penerapan strategi pemerintah untuk memajukan UMKMK, khususnya merupakan kontribusi terhadap sektor riil, guna menunjang pertumbuhan pengusaha-pengusaha baru yang mempunyai prospek usaha dan mampu menciptakan lapangan kerja.

-PNM ditunjuk menjadi salah satu BuMN Koordinator untuk menyalurkan dan mengelola 12 skim Kredit program. Setelah sebelas tahun beroperasi, seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat dan dunia usaha kepada perusahaan, Hingga 2010, perusahaan tetap fokus menyalurkan pembiayaan uMKMK kepada masyarakat yang hasilnya dinikmati oleh lebih dari satu juta kepala keluarga dan 1.500 lembaga keuangan mikro di seluruh penjuru tanah air.

1999. Dengan telah dicabutnya KLBI sesuai Undang Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka sulit mengharapkan bank-bank umum secara sukarela untuk mengubah visi dan misinya perbankan untuk mendukung pengembangan kredit pada sektor pertanian.

-Sejak dikeluarkannya UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak lagi mengeluarkan KLBI untuk pendanaan kredit program (termasuk KUT), sehingga semua kredit program yang bersumber dari KLBI dihapuskan mulai tahun 2000. Sebagai pengganti skim pembiayaan pertanian maka diluncurkan skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

-Keluarnya Surat Edaran BI No.31/17/UK tanggal 15 Januari 1999 tentang Kredit Usaha Tani pola bank channeling.
-Keluarnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 yang diperbaruhi dengan Undang undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
-Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha tani, maka pemerintah pada tahun 1999 telah menggulirkan Kredit Usaha Tani (KUT) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 486/KMK/017/1999 tanggal 13 Oktober 1999 untuk tahun anggaran 1999/2000. Program ini merujuk pada ekonomi kerakyatan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu pertanian sehingga pendapatan meningkat dan sekaligus meningkatkan taraf hidup petani, yaitu dengan memberikan kredit secara masal pada para petani.

1 Juni 1999. Pemerintah mendirikan PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), sebagai BUMN yang mengemban tugas khusus memberdayakan usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK). Perusahaan ini didirikan sebagai pelaksanaan dari Tap XVI MPR/1998 dan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.38/1999 tanggal 29 Mei 1999, dengan modal dasar Rp1,2 triliun dan modal disetor Rp300 miliar. Beberapa bulan kemudian, melalui Kep Menkeu No. 487 KMK 017 tanggal 15 oktober 1999, sebagai pelaksanaan dari undang-undang No.23 tahun 1999, PNM ditunjuk menjadi salah satu BUMN Koordinator untuk menyalurkan dan mengelola 12 skim Kredit program.

1999-2000. Proses pengucuran dana KUT MT 1999/2000 harus melalui Koperasi Unit Desa (KUD) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu dimulai dari petani yang tergabung dalam kelompok tani menyusun Rencana Difinitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), kemudian diajukan kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk mendapatkan persetujuan tehnis, setelah ditanda tangani petugas PPL RDKK tersebut diajukan kepada Executing Agent (KUD / LSM) yang kemudian dimohonkan rekomendasi ke Kantor Koperasi, setelah disetujui Kantor Koperasi baru diajukan pada Bank yang ditunjuk (BRI, Danamon, Bank BPD).

1999. Dengan berlakunya Undang Undang No.23 Tahun 1999 yang diperbaruhi dengan Undang Undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, lembaga keuangan (bank) didorong untuk dapat lebih mandiri dan mampu melaksanakan pengerahan dana masyarakat dengan menyalurkan kredit secara lebih mantap dengan mengurangi ketergantungannya pada Kredit Likwiditas bank Indonesia (KLBI), kredit likwiditas dalam jumlah yang terbatas hanya diberikan untuk mendukung upaya pelestarian swasembada pangan, pengembangan koperasi serta upaya peningkatan investasi.

-Peranan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Undang undang No.23 tahun 1999 didudukan secara lebih tepat sebagai “ Lender of last resort” pada bank-bank yang sedang mengalami kesulitan likwiditas, bukan seperti mekanisme kredit likwiditas yang berlaku sebelumnya.

2000. Peraturan Menteri Keuangan 417/KMK.017/2000 tentang Kredit Ketahanan Pangan. Kredit Ketahanan Pangan (KKP) adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan petani ikan, kelompok (tani, ternak,nelayan dan petani ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternak sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan kedelai.

2000. Surat Keputusan Menteri Pertanian No.399/Kpts/BM.530/2000 tentang Petunjuk Tehnis Pemanfaatan SKIM Kredit Ketahanan Pangan.

2003. Penyaluran kredit untuk proyek peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (P4K) di Kabupaten Grobogan mencapai Rp 11,9 miliar. Proyek P4K merupakan suatu proyek pendidikan petani-nelayan kecil (PNK) dengan metoda pemberdayaan partisipatif berkelanjutan yang disebut Metodologi P4K. Skim kredit ini dapat disebut yang paling sukses dibandingkan dengan skim-skim lainnya.

2004. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 149/Kpts/05.140/3/2004 Tentang Pedoman Umum Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP). Dari KUT macet sebesar Rp.5.7 Triliun yang dikucurkan periode 1998/1999-1999/2000 menjadi beban pemerintah Rp.3 triliun (52,25 %), BI Rp.2.64 triliun (42.5 %) dan Perum Sarana Pengembangan Usaha Indonesia Rp. 287.8 miliar (5 %), tunggakan ini terjadi semenjak pemerintahaan Presiden BJ.Habibie.

2007. Realisasi Kredit Ketahanan Pangan (KKP) untuk sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan hingga Oktober 2007 baru mencapai Rp. 20 Miliar. Penyerapan dana bank oleh petani kecil ini baru 5 % atau jauh dibawah pagu anggaran yang disediakan untuk sub sektor ini sebesar Rp. 400 Miliar. Penyerapan kredit oleh petani selalu kecil, kenyataan ini bertolak belakang dengan sulitnya petani mendapatkan modal. Dari tahun ke tahun penyerapan modal selalu rendah, tidak berbeda dengan angka itu (5 % dari pagu). Rendahnya penyaluran kredit ini bukan karena petani tidak memerlukannya, namun bank selalu beranggapan bahwa kredit untuk petani resikonya tinggi dan tingkat pengembaliannya rendah.

-Keluarnya Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK.05/2007 Tentang Kredit Ketahanan pangan dan Energi

Maret 2007. Demi merangsang perbankan nasional agar bisa menjalankan fungsi intermidiasi secara lebih efektif, BI mengeluarkan beberapa paket kebijakan. Bulan Maret 2007 BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/6/2007 mengenai Perubahan Ketentuan Kualitas Aktiva Bank umum. Perubahan tersebut mengenai penilaian kualitas yang tadinya berdasarkan kinerja keuangan, ketetapan membayar, dan prospek usaha, diubah menjadi hanya satu pilar, yaitu ketepatan pembayaran pokok dan bunga.

April 2007. Bank Indonesia telah mengeluarkan relaksi yang menyangkut tentang pemberian kredit. Disini Bank Indonesia memperlonggar batasan kredit yang bisa diberikan untuk industri pertanian dari sebelumnya maksimal Rp. 500 juta, kini diperbolehkan hingga Rp.10 Miliar, bahkan bagi bank yang penggelolaan Manajemen resikonya tergolong bagus bisa menyalurkan kredit hingga Rp. 20 Miliar.

2008. Arah kebijakan perbankan pada tahun 2008 tetap ditekankan pada peningkatan peran bank sebagai lembaga intermidiasi. Sektor perbankan masih berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia, oleh karena itu untuk mengoptimalkan peran intermidiasi perbankan, selain menggalakan program sertifikasi, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit.

-Arah kebijakan perbankan pada tahun 2008 tetap ditekankan pada peningkatan peran bank sebagai lembaga intermidiasi. Sektor perbankan rupanya masih berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Artinya perbankan tetap menjadi pemain utama dalam sistem keuangan nasional. Karena peran ini pulalah, industri perbankan menjadi begitu disorot dan diawasi.

2008. Pemerintah menggulir skim Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adalah Kredit untuk pembiayaan usaha produktif segment mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang layak / feasible namun belum bankable untuk modal kerja dan/atau kredit investasi melalui pola pembiayaan secara langsung maupun tidak langsung (linkage) yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit dengan kriteria: tidak sedang menerima kredit dari perbankan/kredit program dari pemerintah. Sementara, UMKMK yang sedang menerima kredit konsumtif dari perbankan misalnya berupa Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit, dan Kredit Konsumtif lainnya; diperbolehkan menerima KUR.

********

Sejarah Kemiskinan di Indonesia :

Disusun oleh Ir. Syahyuti, MSi. (Peneliti Sosiologi Pertanian pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor).
Materi ini sangat ringkas, masih dangkal, dan belum lengkap. Jika Bapa, Ibu, dan Rekan mau membantu untuk melengkapinya, silahkan isi pada ruang comment di bawah.

1960. Secara tidak langsung, pemerintah mulai melaksanakan program penanggulangan kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Namun program tersebut terhenti di tengah jalan akibat krisis politik tahun 1965.

1967.  Mohammad Hatta dalam bukunya Teori Ekonomi, Politik Ekonomi dan Orde Ekonomi (1967) telah menyinggung tentang kemiskinan.

1968. Hasil dari American Episcopal Conference, merumuskan bahwa ada 3 makna kemiskinan, yaitu: (1) kemiskinan nyata yang lahir karena ketidakadilan, manipulasi, dan kekerasan; (2) kemiskinan karena seseorang dianggap bukan manusia (non persons), kehilangan hak hidup, dan kebebasan menentukan pilihan; dan  (3) kemiskinan rohani, yaitu kehilangan kesadaran spritual dan rasa solidaritas dengan sesama, terutama terhadap yang miskin dan butuh pembebasan.

1969-1970. Untuk periode ini, diterapkan ukuran kemiskinan untuk pedesaan Jawa, dimana miskin adalah apabila pendapatan Rp. 1000,-/orang/bulan, sedangkan di perkotaan Jawa adalah Rp. 1250/orang/bulan.

1970. Mulai 1970-an kemiskinan menjadi perhatian dunia, ketika disadari bahwa pembangunan yang berideologikan modernisasi dengan kapitalisme sebagai motornya ternyata tidak mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

-Sejak tahun 1970-an pemerintah menggulirkan program penanggulangan kemiskinan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), khususnya Repelita I-IV yang ditempuh secara reguler melalui program sektoral dan regional. Pada Repelita V-VI, pemerintah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dengan strategi khusus menuntaskan masalah kesenjangan sosial-ekonomi.

Sejak tahun 1970-an, di bawah kebijakan pertumbuhan ekonomi, pemerintah menjadikan desa sebagai obyek dari seluruh proyek yang dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan. Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah pusat menjalankan program-programnya dalam bentuk: (1) menurunkan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan melalui bantuan kredit, jaminan usaha dan pengadaan sarana dan prasarana di desa seperti PUSKESMAS, INPRES, KUD, dan sebagainya; (2) mengusahakan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat miskin melalui distribusi sembako yang dibagikan secara gratis kepada penduduk miskin; (3) mengusahakan pelayanan kesehatan yang memadai dengan menyebarkan tenaga-tenaga kesehatan ke desa dan pengadaan obat-obatan melalui PUSKESMAS; (4) mengusahakan penyediaan fasilitas pendidikan dasar dengan memperbanyak pendirian sekolah-sekolah INPRES; (5) menyediakan kesempatan bekerja dan berusaha melalui proyek-proyek perbaikan sarana dan prasarana milik pemerintah, penyediaan kredit dan modal usaha yang diberikan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat miskin; (6) memenuhi kebutuhan perumahan dan sanitasi dengan memperbanyak penyediaan rumah-rumah sederhana untuk orang miskin; (7) mengusahakan pemenuhan air bersih dengan pengadaan PAM; (8) menyediakan sarana listrik masuk desa, sarana telekomunikasi dan sejenisnya; dan sebagainya.

Sebelum 1975. Kemiskinan bukanlah topik bahasan seminar dan surat-surat kabar. Baik masyarakat maupun pemerintah tabu membahasnya. Pembangunan dianggap akan menghapuskan kemiskinan dengan sendirinya.

1976-1996. Dalam 20 tahun ini, angka kemiskinan Indonesia turun drastis dari 40% (jumlah penduduk miskin mencapai 44,2 juta jiwa) menjadi 11%.

1986. Lokakarya APRACA (Asia Pasific Rural and Agricultural Credit Association) di Nanjing. Organisasi ini berkantor pusat di Bangkok. Lokakarya ini memberi inspirasi untuk lahirnya  Program HBK, yang melibatkan Bank Indonesia, Bank BRI, dan GTZ pada tahun 1987‑1989. Program HBK telah memungkinkan mayarakat miskin berhubungan dengan bank, yang selama ini sulit untuk dilakukan.

1988. Bank Indo­nesia memperkenlakan skema HBK. Sampai dengan bulan September 2001,  program ini telah diaplikasikan di  23 propinsi, mencakup lebih dari 1000 kantor bank partisipan, 257  LPSM, 34.227 kelompok swadaya masyarakat  dengan anggota sekitar 1.026.810 KK. Jumlah kredit yang telah tersalurkan secara akumulasi adalah  Rp 331 milyar, dan juga telah memobilisasi tabungan beku secara akumulasi Rp 29,5 milyar, dengan tingkat pengembalian kredit 97,3%.

Oktober 1988. Bank Indonesia mengeluarkan PAKTO (Paket Oktober) 28, yaitu peraturan pemerintah yang mengijinkan pendirian BPR, sebagai bank kecil yang beroperasi di tingkat kecamatan.

1989. Diluncurkan Kredit Usaha Mandiri (KUM) yang merupakan  skim pembiayaan mikro bagi masyarakat golongan miskin, terutama wanita untuk membiayai kegiatan ekonomi dan mengembangkan budaya menabung. KUM dimulai tahun 1989 berlokasi di desa Nanggung kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Pada awalnya, proyek ini dirintis oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian; namun semenjak tahun 1992 pengelolaan KUM dilakukan oleh Institut Bankir Indonesia.


-Jumlah anggota KUM hingga akhir Juni 2002 adalah 2.575 orang, semuanya wanita. Peserta kegiatan ini tersebar pada 5 wilayah kecamatan(Kecamatan  Nanggung, Leuwiliang, cigudeg, Cibungbulang, dan Ciampea) dengan jumlah pinjaman kumulatif yang telah disalurkan hampir 3 milar rupiah. Sementara itu, tabungan kumulatif yang dapat dihimpun adalah Rp. 646.335.589, yang dimanfaatkan kembali oleh anggota.

1990-2000. Departemen Pertanian telah meluncurkan berbagai program penangulangan kemiskinan. Pada awal 1990-an misalnya kita mengenal program Peningkatan Pendapatan Petani Nelayan Kecil (P4K) oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian, Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG) pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Proyek Pembangunan Rakyat Terpadu (P2RT) oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Program Pembangunan Wilayah Khusus (P2WK), dan lain-lain.

1992.  Bina Swadaya mendirikan empat unit  BPR. Berbeda dengan BPR pada umumnya, BPR Bina Swadaya memberikan pelayanan kredit mikro kepada kelompok‑kelompok disamping secara individual. Pendirian ini didorong oleh kenyataan bahwa walaupun promosi Program HBK telah banyak dilakukan, namun ternyata banyak bank (bank umum dan BPR) lebih menyukai memberikan kredit dengan tangible collaterals (jaminan fisik), sehingga jumlah bank partisipan Program HBK bergerak sangat lambat dan coverage yang sempit. Selain itu, walaupun PHBK telah menggunakan mekanisme pasar, serta ada fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia untuk para bank partisipannya (program kredit mikro dari pinjaman ADB), kemampuan program ini untuk memberikan kredit kepada kelompok berjalan lamban. Hal ini mengakibatkan kebutuhan‑kebutuhan kredit kelompok, tidak dapat dipenuhi pada waktunya.


1993. Keluarnya Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan yang akhirnya diwujudkan melalui program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Sesuai dengan Inpres 5/1993 (dan lalu Inpres 3/1996) dijalankan Program Penanggulangan Kemiskinan bersasaran (targeted poverty alleviation) paling serius, yakni program IDT di sepertiga desa di Indonesia, serta program Takesra/Kukesra di dua pertiga desa lainnya. Program IDT maupun Takesra/Kukesra dilaksanakan melalui pendekatan kelompok sasaran antara 15-30 kepala keluarga dengan pemberian modal bergulir. IDT sebagai hibah, sedangkan Takesra/Kukesra merupakan pinjaman/kredit mikro. Dana IDT diberikan sebagai hibah pemerintah pusat kepada 123.000 pokmas di seluruh Indonesia

-Dalam Inpres Desa Tertinggal (IDT), penetapan desa tertinggal didasarkan atas 22 variabel, di antaranya adalah tipe LKMD, jalan utama, jarak ke kecamatan, pola nafkah, pengusahaan lahan pertanian, fasilitas (pendidikan, kesehatan, komunikasi, dan pasar), kepadatan penduduk, sumber air minum, bahan bakar, jamban, penerangan umum, tempat ibadah, pengusahaan ternak, pemilikan TV dan telepon, dan jumlah rumah tangga pertanian. Tiap indikator diberi skor 1 sampai 3, sehingga akan diperoleh nilai total antara 22 sampai dengan 66. Sebuah desa tergolong tertinggal bila memiliki nilai lebih rendah dari 32. Sementara menurut kriteria BPS, ada 27 varabel untuk desa, dan 25 variabel untuk kota dalam penetapan Desa Tertinggal.

-Program IDT dan Takesra/Kukesra ini lalu digantikan oleh PPK (Program Pengembangan Kecamatan)

1996. Atas tekanan Inpres no. 5 tahun 1993 dan Inpres No. 3 tahun 1996, Program Penanggulangan Kemiskinan bersasaran  (targeted poverty alleviation) paling serius dalam sejarah bangsa Indonesia adalah program IDT yang dijalankan di sepertiga desa di Indonesia, dan program Takesra/Kukesra di dua pertiga desa lainnya. Program IDT maupun Takesra/Kukesra keduanya dilaksanakan melalui pendekatan kelompok sasaran antara 15-30 kepala keluarga dengan pemberian modal bergulir. Pada program pertama IDT sebagai hibah dan yang kedua sebagai pinjaman/kredit mikro.

-Sesuai dengan Program Keluarga Sejahtera sesuai Inpres No.3 tahun 1996, miskin disebut dengan istilah “kurang sejahtera”, yaitu keluarga yang tergolong  Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Atas dasar batasan ini, BKKBN mengkategorikan semua rumahtangga di Indonesia dalam lima kategori kesejahteraan, yakni: Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II, Kelauarga Sejahtera III, dan Keluarga Sejahtera III plus. Klasifikasi menurut BKKBN tersebut dibuat berdasarkan beberapa indikator. Keluarga miskin adalah keluarga yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan dua kali sehari, serta tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, dan bepergian. Selain itu, bagian terluas rumahnya berlantai tanah, dan tak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.

1997-1998. Berlangsung krisis moneter, sehingga kembali meningkatkan angka kemiskinan menjadi 24% tahun 1998.

1977. Dalam Majalah Prisma 3 Maret 1977, Sajogyo membagi menjadi 3 kelompok warga miskin berdasarkan pengeluaran per kapita per tahun setara dengan nilai tukar beras. Berturut-turut untuk wilayah desa dan kota adalah: (1) miskin = 320 kg dan 480 kg, (2) sangat miskin = 240 kg dan 360 kg, serta (3) melarat = Rp. 180 kg dan 270 kg.

1998. Untuk mengatasi dampak krisis lebih buruk, pemerintah mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dikoordinasikan melalui Keppres Nomor 190 Tahun 1998 tentang Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaring Pengaman Sosial. Pelaksanaan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kendala pelaksanaannya selama 40 tahun terakhir meyakinkan pemerintah bahwa upaya penanggulangan kemiskinan dianggap belum mencapai harapan.

-Dimulainya penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin). Tujuannya untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat.

-Desa menjadi kantong utama kemiskinan. Dari 49,5 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia sekitar 60%-nya (29,7 juta jiwa) tinggal di daerah pedesaan. Pada tahun 1999, prosentase angka  kemiskinan mengalami penurunan dari 49,5 juta jiwa menjadi 37,5 juta jiwa. Prosentase kemiskinan di daerah perkotaan mengalami penurunan, tetapi prosentase kemiskinan di daerah pedesaan justru mengalami peningkatan dari 60% tahun 1998 menjadi 67% tahun 1999 sebesar 25,1 juta jiwa, sementara di daerah perkotaan hanya mencapai 12,4 juta jiwa

 -Program Kredit Usaha Tani (KUT) merupakan salah satu program untuk kemiskinan. Program ini menempatkan Bank, Koprasi, LSM dan kelompok tani sebagai mesin penyalur kredit, sedangkan tanggungjawab kredit terletak di tangan Departemen Koprasi. Pada tahun 1998, platfon KUT mencapai 8,4 triliun rupiah naik 13 kali lipat dari sebelumnya. Para petani menyebut program ini sebagai “kesalahan bertingkat enam” karena; (1) pelaksanaan KUT tidak benar-benar memberdayakan petani; (2) mesin penyalur KUT (LSM, Bank, Koprasi), ditunjuk tidak diseleksi secara ketat; (3) Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dibuat secara serampangan, banyak fiktifnya; (4) kredit diberikan kepada siapa saja termasuk nonpetani, sehingga kurang tepat sasaran; (5) tidak ada pengawasan dalam penyaluran, penerimaan dan penggunaan kredit; (6) dana penyaluran banyak bocornya, mulai dari Departemen Koprasi, hingga ke KUD.

Oktober 1998. Pendiran Koperasi BMM. Hingga Juli 2002 kinerja Koperasi BMM sangat menggembirakan, dimana jumlah kredit yang tersalurkan mencapai  Rp 15.466.955.000 yang dimanfaatkan oleh 1.134 KSM meliputi 20.351 orang, dengan tingkat pengembalian 98,6%.


1999. Dimulainya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP),  sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa “lembaga kepemimpinan masyarakat” yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial ( social capital )
masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan“program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan” yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.
Lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya tersebut (secara generik disebut Badan atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat atau disingkat BKM/LKM).

-BKM/LKM ini diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. Tiap BKM/LKM bersama masyarakat melakukan proses perencanaan partisipatif dengan menyusun Perencanaan Jangka Menengah dan Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM dan Renta Pronangkis), sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, LKM-LKM ini mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli setempat.

2000. Tercatat ada 28.376 desa tertinggal di Indonesia.

-Dalam UU No. 5 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), ada 4 strategi penanggulangan kemiskinan, yaitu: (1) Penciptaan kesempatan (create opporunity) melalui pemulihan ekonomi makro, pembangunan, dan peningkatan pelayanan umum; (2) Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan peningkatan akses kepada sumber daya ekonomi dan politik; (3) Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan perumahan; (4) Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang menderita cacad fisik, fakir miskin, keluarga terisolir, terkena PHK, dan korban konflik sosial.

-Timbulnya kesadaran kemiskinan di tingkat dunia dimulai pada awal 1970-an, ketika terungkap fakta bahwa meskipun dicapai kemajuan ekonomi di suatu negara, namun warganya masih ada yang miskin. Sejak tahun 1970-an itulah kemudian dikenal program-program khusus untuk kemiskinan. Ada kesadaran, bahwa program yang tidak spesifik untuk kelompok yang miskin, tidak dapat diakses oleh masyarakat miskin, atau tidak menguntungkannya, sehingga ketimpangan semakin besar. Dalam perjalanannya terjadi perubahan isu dari semula “pemberantasan kemiskinan” (poverty alleviation) menjadi “pengurangan kemiskinan” (poverty reduction).

September 2000.Tunggakan KUT mencapai 6,169 triliun rupiah atau 73,69% dari realisasi kredit. Sejak tahun 2000, program KUT yang dianggap gagal diganti dengan Program Kredit KetahananPangan (KKP) yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada bank, pemerintah hanya bertindak sebagai pemberi subsidi pada tahap awal.

2001. Bank Dunia memberi batasan bahwa "extreme poverty" adalah kondisi jika seseorang hidup dengan biaya kurang dari 1 dollar AS per hari, dan "poverty" jika kurang dari 2 dollar AS per hari. Dengan standar tersebut, maka 21 persen  populasi dunia tergolong sebagai extreme poverty, dan lebih dari setengah populasi dunia tergolong miskin pada tahun 2001.

-Biro Pusat Statistik membuat batas garis kemiskinan yang membedakan untuk masyarakat kota dan desa. Garis batas untuk kota adalah dengan pendapatan per kapita Rp. 100.011 per bulan dan desa Rp. 80.382 per bulan.

-Melihat semakin urgennya permasalahan Kemiskinan di Indonesia maka melalu Keputusan Presiden Nomor 124 Tahun 2001 junto Nomor 34 dan Nomor 8 Tahun 2002 maka dibentuklah Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang berfungsi sebagai forum lintas pelaku dalam melakukan koordinasi perencanaan, pembinaan, pemantauan dan pelaporan seluruh upaya penanggulangan kemiskinan.

-Pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang didasari oleh Keppres RI No. 124 tahun 2001 pada tanggal 7 Desember 2001. Ini merupakan suatu bentuk pendekatan baru dalam penanggulangan kemiskinan dari jalur struktural.

28 Desember 2001. Ditandatangani perjanjian kerjasama untuk pelaksanaan Program Ketahanan pangan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Sealatan; dimana PT. Caraka Muda Perkasa bekerja sama dengan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dan Departemen Pertanian, memfasilitasi  pengadaan Kredit Ketahanan Pangan bagi petani kecil di kabupaten Pinrang sukses seluas 10.000 Ha. Petani menerima kredit dalam bentuk sarana produksi dan upah tenaga kerja. Para petani diwajibkan menggunakan pupuk berimbang, sehingga produktivitas dan mutu dapat meningkat, yang selanjutnya meningkatkan Kesejahteraan para petani. Pihak swasta berperan sebagai pembina petani dan penyedia sarana produksi serta sekaligus menjamin pemasaran. Kegiatan ini didasari Corporate Farming Project yang merupakan usaha yang dibentuk swasta untuk mendukung Program Ketahanan Pangan (PKP) yang dicanangkan oleh Departemen Pertanian.Untuk tahap awal pada Corporate Farming Project merupakan bagian dari Program Ketahanan Pangan dimana bank membiayai petani untuk pengolahan lahan dan perbekalan saprotan, (benih, pupuk dan obat-obatan) melalui fasilitas Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang pelunasannya dengan gabah hasil panen.

2002. Dasar program penanggulangan kemiskinan di Indonesia terdapat pada UUD 1945 pasal 34 (amandemen ke IV, 10 Agustus 2002), yakni: Ayat 1: Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara; Ayat 2: Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; serta Ayat 3: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

22 April 2002. Komite Penanggulangan Kemiskinan menandatangani Kesepakatan Bersama (MOU) dengan Bank Indonesia sebagai Koordinator Kelompok Kerja Lembaga Keuangan tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam kesepakatan ini disebutkan bahwa sesuai dengan Bussines Plan masing-masing Bank Umum, tersedia dana kurang lebih Rp. 30 Triliun yang siap disalurkan dengan mekanisme bunga pasar. Khusus untuk Usaha Mikro dalam rangka penanggulangan kemiskinan akan disalurkan dana Rp. 4,6 Triliun..

27 Agustus 2002. Dilangsungkan Sarasehan Nasional Micro Finance dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan, kerjasama Crescent, Komite Penanggulangan Kemiskinan dan Partnership for Governance Reform in Indonesia di Bogor

-Yayasan Bina Swadaya melaporkan bahwa jumlah KSM yang didampingi sampai tahun 2001 mencapai 2.306 kelompok yang menyebar pada  13 propinsi, 46 kabupaten, 232 kecamatan dan 820 desa. Selain itu, jumlah KSM hasil konsultasi atau pendampingan secara tak langsung dengan Bina Swadaya dari tahun 1984 sampai tahun 2000 berjumlah sekitar 158.500 kelompok, dimana 4.500 kelompok bekerja sama dengan LSM lain, 54.000 kelompok bekerjasama dengan berbagai departemen; dan sekitar 130.000 kelompok bekerjasama dengan Bappenas dan Depdagri dalam program IDT. Menurut perkiraan kasar, jumlah KSM yang ada di Indonesia pada tahun 2002 diperkirakan sekitar 800.000 kelompok.

2003. Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.

Maret 2003. Dilaksanakan lokakarya 2 hari yang membahas aplikasi manual tentang penanggulangan kemiskinan bersasaran (A Manual for Evaluating Targeted Poverty Alleviation Programmes).

2004. BAPPENAS mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.

-Kemiskinan menjadi penyebab rendahnya Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Kualitas manusia Indonesia masih sangat rendah, dibandingkan dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Report 2004 yang menggunakan data tahun 2002, angka Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 0,692. Angka indeks tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 87,9 persen, kombinasi angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 65 persen, dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity) sebesar US$ 3.230. HDI Indonesia hanya menempati urutan ke-111 dari 177 negara.


2005-2009. Realisasi RASKIN selama 2005 - 2009 berkisar antara 1,6 juta ton - 3,2 juta ton. Dengan harga tebus Rp.1.000/kg sampai dengan 2007 dan Rp.1.600/kg sejak tahun 2008, RASKIN bukan hanya telah membantu rumah tangga miskin dalam memperkuat ketahanan pangannya, namun juga sekaligus menjaga stabilitas harga. RASKIN telah mengurangi permintaan beras ke pasar oleh sekitar 18,5 juta pada tahun 2009. Selain itu, perubahan harga tebus dari Rp.1.000/kg menjadi Rp.1.600/kg juga dengan mempertimbangkan anggaran dan semakin banyaknya rumah tangga sasaran yang dapat dijangkau. Harga ini juga masih lebih rendah dari harga pasar yang saat itu rata-rata sekitar Rp.5.000 – 5.500/kg.

14 Maret 2005. Gambar di sampul Majalah Time edisi 14 Maret 2005 bertemakan "Bagaimana mengakhiri kemiskinan". Ini didasarkan pada esai yang ditulis oleh Jeffrey Sacks berjudul "Akhir Kemiskinan" dalam bukunya dengan judul yang serupa.

10 September 2005. Dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Keberadaan TKPK diharapkan melanjutkan dan memantapkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh KPK. Tugas TKPK adalah melakukan langkah-langkah konkret untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah NKRI melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan.

2006. Sampai dengan tahun 2006, data penerima manfaat RASKIN masih menggunakan data dari BKKBN yaitu data keluarga prasejahtera alasan ekonomi dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Belum seluruh KK Miskin dapat dijangkau oleh RASKIN. Hal inilah yang menjadikan RASKIN sering dianggap tidak tepat sasaran, karena rumah tangga sasaran berbagi dengan KK Miskin lain yang belum terdaftar sebagai sasaran.

2007. Mulai tahun 2007, digunakan data Rumah Tangga Miskin (RTM) BPS sebagai data dasar dalam pelaksaaan RASKIN. Dari jumlah RTM yang tercatat sebanyak 19,1 juta RTS, baru dapat diberikan kepada 15,8 juta RTS pada tahun 2007, dan baru dapat diberikan kepada seluruh RTM pada tahun 2008. Dengan jumlah RTS 19,1 juta pada tahun2 008, berarti telah mencakup semua rumah tangga miskin yag tercatat dalam Survei BPS tahun 2005. Jumlah sasaran ini juga merupakan sasaran tertinggi selama RASKIN disalurkan. Penggunaan data Rumah Tangga Sasaran (RTS) hasil pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2008 (PPLS – 2008) dari BPS diberlakukan sejak tahun 2008 yang juga berlaku untuk semua program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah.

-Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP, mulai tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Mulai tahun 2007, PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs) sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50% di tahun 2015.

2008. Secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan).

2009. Peningkatan ketepatan sasaran juga terus ditingkatkan melalui pendampingan pola distribusi melalui kelompok masyarakat pada tahun 2009. Distribusi RASKIN dilakukan oleh kelompok masyarakat yang umumnya berbasis keagamaan maupun oleh kelompok masyarakat miskin penerima manfaat RASKIN.

Januari 2012. Menurut Presiden SBY dalam raker yang dihadiri sejumlah pemimpin lembaga negara, para menteri, gubernur dan bupati/wali kota;  pengurangan kemiskinan mesti menjadi “ideologi" dan prioritas tahun 2012 di semua program pemerintah. Itu dilakukan dengan menempuh program prorakyat miskin, seperti: nelayan, petani penggarap dan masyarakat miskin pinggir perkotaan.

2015. Target Millennium Development Goals (MDGs), dimana tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50%.


******