Jumlah pe-longok :

Minggu, 11 Juli 2021

Penyuluh pertanian versus "PETUGAS PERTANIAN"

 

Ini masalah lama, yang sudah berlangsung sejak era Bimas. Penyuluh yang teorinya untuk transfer teknologi, rupanya malah sibuk dengan "urusan rutin sehari-hari", misalnya mengurus RDKK, CPCL, menyusun laporan, proposal, mengurusi pupuk telat, kartu tani macet, dll. Apakah ini salah? Coba kita dudukkan.

Ini adalah indikasi betapa memang penyuluh pertanian selama ini lebih difungsikan sebagai "PETUGAS PERTANIAN", dibanding sbg penyuluh. Terutama semenjak penyuluh masuk di dinas, maka "tugas harian" seperti ini semakin "tidak bisa dielakkan".

Tapi, kondisinya di lapang memang demikian. Yang sangat mendesak dibutuhkan saat ini, adalah adanya petugas/personil yg harus menyelesaikan ini itu. Nah, karena yg ada sehari2 di desa hanya penyuluh, yang hafal tiap petak sawah ya penyuluh, yang tahu nomor HP ketua KT ya penyuluh; ya tentu saja penyuluh akhirnya yg membereskan.

Sebenarnya, jika di level BPP ada petugas lain, misal di propinsi yang masih ada UPT pertanian nya, maka tugas ini masih bisa terbagi. Di Jabar kalo ga salah, utk UPT di level kec minimal ada seorang kep UPT + seorang subbag kepegawaian + seorang petugas pertanian kecamatan (PPK). Namun di daerah lain belum tentu ada. Di Jateng misalnya (?), mohon koreksi, di level BPP/kecamatan benar2 hanya penyuluh saja. Semua hanya fungsional PPL, tanpa ada sebutlah 1-2 orang tukang ketik utk bantu2. Mungkin situasinya demikian.

Secara teori, memang seorang penyuluh tidak hanya sekedar transfer teknologi, tapi juga seorang PROBLEM SOLVER. Namun, apa yg dikerjakan di atas, mengurusi pupuk terlambat, kartu tani macet, dll; tentu juga bukan "problem solver" sbgaimana makna nya dalam ilmu penyuluhan. Dalam konteks manajemen itu mah tugas seorang STAFF mungkin ya.

Dalam referensi, rasanya tidak ada "extension staff", yang ada "extension worker". Kalaupun ada extension staff, ya itu adalah staf adm yang memperlancar kerja penyuluh. Di kita dulu ada, namun sekarang personil di BPP semakin kurang. 

Nah, terkait KOSTRATANI yang keren ini, salah satu critical point dalam menjalankan Kostratani adalah soal PERSONIL. Maka, jika di Kosratani ada 5 "pusat", tampaknya personilnya harus selengkap gambar berikut mungkin ya. Semua pihak kudu bisa dimobilisasi dan dilibatkan dengan optimal. Mungkin begitu. Mohon tanggapan Bapa Ibu penggiat, pengamat dan pelaku penyuluhan nasional.

 

 

 
 
******