Balai
Penyuluhan dan POSLUHDES
Aspek parasana dan sarana merupakan faktor penentu
keefektifan penyelenggaraan penyuluhan, terutama pada level Balai Penyuluhan
(BP) dan Posluhdes. Namun, secara umum dapat dikatakan dukungan terhadap hal
ini masih lemah.
Garis
Kebijakan
UU No 16 Tahun
2006 Pasal 8 dan Pasal 15 mengamanatkan pembentukan Balai Penyuluhan di tingkat
kecamatan. Dasarnya adalah bahwa Balai Penyuluhan
merupakan tempat Satuan Administrasi Pangkal (SATMINKAL) bagi Penyuluh
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Peran pokok balai ini adalah
mengkoordinasikan, mensinergikan, dan menyelaraskan kegiatan pembangunan
pertanian, perikanan, dan kehutanan di wilayah kerja Balai. Balai Penyuluhan
biasanya diberi nama “Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)” atau “Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Khutanan (BP3K)”.
Lalu, Permentan Nomor 26 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan, pada Bab II menyebutkan
bahwa tugas BP ada 6 yakni: (1) menyusun programa penyuluhan pada tingkat
kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten/kota; (2) melaksanakan
penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan; (3) menyediakan dan menyebarkan
informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar; (4) memfasilitasi
pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama; (5) memfasilitasi
peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan penyuluh swasta
melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan (6) melaksanakan proses
pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha bagi pelaku utama
dan pelaku usaha. Sedangkan fungsi BPP adalah sebagai tempat pertemuan untuk
MEMFASILITASI pelaksanaan tugas Balai sebagaimana diamanatkan Pasal 15 ayat (2)
UU No 16 tahun 2006.
Pada intinya, peran BPTP adalah
memfasilitasi mulai dari penyusunan programa, pelaksanaan penyuluhan,
penyediaan dan penyebaran informasi, pemberdayaan dan penguatan kelembagaan pelaku utama dan
pelaku usaha, peningkatan kapasitas
penyuluh, pelaksanaan proses pembelajaran melalui percontohan, dan model usaha
tani.
Untuk
menjalankan peran ini, maka telah disusun sarana minimal yang harus tersedia di
Balai Penyuluhan. Sarana dimaksud meliputi sarana keinformasian, alat bantu
penyuluhan, peralatan administrasi, alat transportasi, perpustakaan, dan
perlengkapan ruangan. Juga telah
digariskan standar minimal Prasarana Lingkungan dan Prasarana Penunjang, dimana
mesti ada rumah dinas, air baku, listrik PLN mimimal 2.200 watt dan 1 unit
genset cadangan, Jalan lingkungan minimal menggunakan pengerasan pasir dan
batu, pagar halaman, dan lahan balai minimal 1 ha. Dalam
hal lokasi, persyaratan lokasi bangunan BPP mestilah mudah dilihat oleh
masyarakat, mempunyai akses jalan, listrik dan telepon, mudah dikunjungi, dan
letaknya di sentra produksi pertanian.
Untuk menyiapkan informasi yang
diperlukan bagi petani, Balai Penyuluhan melakukan pengumpulan data dan
informasi dengan cara mengakses Cyber Extension, pengumpulan data
lapangan/survey, melaksanakan kaji terap, kaji tindak, dan konsultasi dengan
instansi teknis.
Khusus berkaitan dengan tata hubungan kerja, hubungan
kerja BPP dengan UPT/UPTD lingkup teknis dan camat adalah HUBUNGAN KOORDINATIF
pelaksanaan penyuluhan dalam rangka pelaksanaan tugas Balai Penyuluhan.
Sedangkan, hubungan kerja Balai Penyuluhan di Kecamatan dengan pos penyuluhan
desa kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di desa adalah hubungan yang
bersifat PENDAMPINGAN dan KEMITRAAN.
Berikutnya, Permantan
No 51 tahun 2009 Tentang Pedoman Standar Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan
Prasarana Penyuluhan Pertanian dikeluarkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
minimal sarana dan prasarana penyuluhan pertanian, dan mengoptimalkan
pemanfaatan sarana dan prasarana penyuluhan pertanian. Pedoman diuraikan untuk kebutuhan mulai dari
pusat sampai ke kecamatan. Sebagi contoh, untuk kecamatan sarana yang semestinya tersedia untuk
Pusat Informasi mencakup komputer, display, kamera digital, Handycam,
serta telepon dan mesin fax. Lalu
alat transportasi setidaknya tersedia kendaraan operasional roda dua. Sedangkan untuk ruangan mesti tersedia ruang
pimpinan, administrasi/TU, Kelompok Jabatan Fungsional, aula atau ruang rapat,
perpustakaan, data dan system informasi, juga rumah dinas, sarana prasarana
pendukung, sumber air bersih, penerangan PLN dan genset, jalan lingkungan,
pagar dan lahan percontohan.
Permasalahan yang Dihadapi
Saat ini, bangunan dan kelengkapan BP
belum standar. Kondisi kantor banyak yang tidak memadai, lahan pertanian banyak
yang tidak ada, juga tidak ada listrik dan telepon. Kelengkapan BP sangat
bergantung kepada komitmen dan dukungan anggaran dari dana APBD. Masih cukup
banyak BP yang belum memiliki kantor sendiri.
Berbagai program pengembangan BP yang
telah dijalankan tidak berjalan mulus, misalnya pengembangan cyber extension. Penyebabnya banyak,
mulai dari kekurangan SDM, peralatan dan anggaran.
Secara umum pengelolaan BP
masih kurang optimal, bahkan untuk BPP yang tergolong sebagai “BPP Model”. Dari
kunjungan ke BP3K Pakisaji di Kabupaten Malang misalnya, terungkap bahwa biaya
operasional BPP sangat minim, hanya ada anggaran untuk ATK sebesar Rp 2,5 juta
per tahun. Akibatnya, untuk bayar listrik, air, dan bahkan memasang teralis
kantor harus iuran antar kepala BP dan penyuluh.
Selain itu, banyak kepala Balai
Penyuluhan merangkap sebagai kepala UPT Dinas Pertanian, sehingga beban
pekerjaan menjadi berat. Pekerjaan sebagai kepala UPT jauh lebih menyita waktu,
karena berupa pekerjaan-perkerjaan administrasi yang sangat banyak dan beragam.
Upaya
Perbaikan
Dari permasalahan yang ditemui, agar standarisasi
pelayanan disesuaikan dengan konteksnya melalui pemetaan kelembagaan BP sesuai
klasternya. Jangkauan pelayanan penyuluh perlu dikaji yakni berapa rasio
penyuluh-hamparan atau jumlah petani yang ideal. Hal ini akan menentukan pola
manajemen di BP.
Untuk
meningkatkan efektivitas penyelenggaraan maupun standar kinerja kelembagaan
penyuluhan, maka BP perlu difasilitasi sedemikian rupa sehingga bisa diposisikan
sebagai pos simpul koordinasi kegiatan program pembangunan pertanian di
kecamatan oleh lintas sektor. Karena itu, standar sarana dan prasarana
sebagaimana sudah digariskan agar dipenuhi.
Implementasi
Balai Penyuluhan sebagai pos simpul koordinasi kegiatan program pembangunan
pertanian dan lintas sektor memerlukan adanya langkah-langkah operasional yang
terukur dalam bentuk program dan kegiatan. Untuk itu, Kementerian Pertanian
perlu secara periodik mengevaluasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan di Balai
Penyuluhan. Optimalisasi anggaran disarankan dengan menggali sumber dana dari
APBN, APBD maupun kemitraan dengan pihak swasta.
Peningkatan kapasitas balai penyuluhan juga
disarankan dengan penguatan aktualisasi data dan cyber extension. Pengembangan cyber
extension perlu didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pertanian karena
merupakan upaya yang tepat untuk mendekatkan dan memenuhi kebutuhan inovasi
yang layak dikembangkan oleh para penyuluh. Upaya Badan Penyuluhan dan
Pengembangan SDM Pertanian dalam mengembangkan cyber extension perlu didukung dengan penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai dan pelatihan dalam penggunaan akses internet. Perlu
segera dikembangkan pada semua Balai Penyuluhan (BPK atau BP3K) kelengkapan
perangkat komputer dan jaringan koneksi internet yang baik. Untuk ini, agar dibangun link atau kerjasama untuk saling
melengkapi dan berbagi informasi dengan
berbagai pihak yang menyediakan informasi inovasi pertanian termasuk dengan cyber extension dan Green TV yang
dikembangkan oleh IPB misalnya.
Untuk memperkuat BP dalam
pembangunan pertanian disarankan ditempuh
pola reward and punishment untuk pimpinan daerah bersangkutan.
Sementara, untuk di level pusat, karena posisi sentral BP mendukung program
swasembada padi, jagung dan kedelai; maka perlu dijembatani koordinasi dan sinergi lintas
kementerian dan lintas eselon I di
lingkup Kementan. Revitalisasi BPTP sebagai bagian lembaga penyuluhan
(sebagaimana BIP di masa lalu) diperlukan untuk meningkatan efektivitasnya
dalam menggali inovasi tepat guna, melakukan uji lokasi terhadap teknologi
tepat guna sesuai dengan potensi lokal.
Media
komunikasi kebijakan pembangunan pertanian dan pemberdayaan sistem penyuluhan,
serta pemberdayaan petani (seperti Majalah Ekstensia dan Cyber Extension), perlu ditingkatkan statusnya dan dikembangkan
kualitasnya. Media komunikasi mitra Kementerian Pertanian (seperti Sinar Tani)
perlu dipertahankan eksistensinya dengan meningkatkan penyaringan iklan di
dalamnya.
Dibutuhkan kelengkapan sarana
dan dukungan pengembangan BPP model. Bantuan sarana dan pembiayaan yang
didukung pemerintah daerah mampu meningkatkan gairah penyuluh sehingga
penyelenggaraan penyuluhan menjadi lebih optimal.
BPP perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana
diseminasi inovasi yang kondusif bagi penggerakan Posluhdes, dan didampingi
oleh penyuluh, sehingga di masa depan dapat menjadi fokus pengembangan
penyuluhan pertanian. Keragaman
nama, fungsi, dan struktur organisasi, serta pengorganisasian penyuluhan
meningkatkan kompleksitas kendala dalam penyelenggaraan penyuluhan. Rapat
koordinasi antar kelembagaan merupakan celah masuk yang penting bagi kelancaran
dan optimalisasi penyelenggaraan penyuluhan.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar