Kelembagaan menjadi faktor
penentu dan berimplikasi nyata kepada elemen lain sistem penyuluhan pertanian.
Selain itu, aspek kelembagaan juga paling dinamis, terutama dengan keluarnya UU
No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana terjadi perubahan besar.
Sesuai UU ini, penyuluhan perikanan dikembalikan ke pusat, penyuluhan kehutanan
ke provinsi, sedangkan penyuluhan pertanian menjadi tanggung jawab semua level
secara konkurensi. UU ini mementahkan Perpres Nomor 154 Tahun 2014 tentang
Kelembagaan penyuluhan pertanian Perikanan dan Kehutanan, yang belum lama terbit.
Kebijakan:
Perlu disitir secara lengkap
kebijakan penyuluhan dan pengembangan SDM pertanian sebagaimana tercantum dalam
buku “Rencana
Strategis Tahun 2010-2014 Badan Penyuluhan Dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian”. Kebijakan Kementerian Pertanian diarahkan kepada:
1.
Pemantapan
sistem penyuluhan pertanian untuk
meningkatkan kompetensi penyuluh yang
bersifat polivalen di tingkat desa dan
spesialis di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.
2.
Penempatan
satu penyuluh satu desa untuk mendukung komoditas
unggulan.
3.
Pemantapan
sistem pelatihan pertanian berbasis
kompetensi dan mendukung pencapaian target utama pembangunan pertanian.
4.
Penguatan
kelembagaan pelatihan pertanian pemerintah dan kelembagaan pelatihan petani
sebagai pusat pembelajaran yang andal dan mandiri.
5.
Pengembangan kualitas
pendidikan tinggi kedinasan pertanian yang mampu menghasilkan tenaga fungsional RIHP dan
tenaga Karantina Pertanian yang profesional dan kompeten.
6.
Meningkatkan
kualitas pendidikan menengah pertanian yang mampu menghasilkan tenaga teknis
pertanian tingkat menengah dan wirausahawan muda pertanian.
7.
Mengembangkan
sistem standardisasi dan sertifikasi
profesi pertanian untuk memenuhi kebutuhan SDM pertanian yang
profesional dan kompeten.
8.
Pemantapan
sistem administrasi dan manajemen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik dan pemerintahan yang bersih
Struktur
kelembagaan penyuluhan nasional secara jelas disampaikan dalam UU 16 tahun 2006, mulai dari pusat
sampai daerah. Kelembagaan
penyuluhan pemerintah pada tingkat pusat berbentuk Badan yang menangani
penyuluhan, pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, pada
tingkat kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan, dan pada tingkat
kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.
Dalam Pasal
9 disebutkan bahwa Badan penyuluhan pada tingkat pusat mempunyai tugas: (a) Menyusun
kebijakan nasional, programa penyuluhan nasional, standardisasi dan akreditasi
tenaga penyuluh, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; (b) Menyelenggarakan
pengembangan penyuluhan, pangkalan data, pelayanan, dan jaringan informasi
penyuluhan; (c) Melaksanakan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan dan
evaluasi, serta alokasi dan distribusi sumber daya penyuluhan; (d) Melaksanakan
kerja sama penyuluhan nasional, regional, dan internasional; dan (e) Melaksanakan
peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.
Untuk melaksanakan koordinasi,
integrasi, sinkronisasi, dan optimalisasi kinerja penyuluhan pada tingkat
pusat, diperlukan wadah koordinasi penyuluhan nasional nonstruktural yang
pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden. Untuk menetapkan
kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi, gubernur dibantu oleh Komisi
Penyuluhan Provinsi. Komisi ini bertugas memberikan masukan kepada gubernur
sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi.
Bakorluh mempunyai tugas: (a) Melakukan
koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi,
advokasi masyarakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi
terkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan; (b) Menyusun kebijakan dan programa
penyuluhan provinsi yang sejalan dengan kebijakan dan programa penyuluhan
nasional; (c) Memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi
pelaku utama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikan umpan
balik kepada pemerintah daerah; dan (d) Melaksanakan peningkatan kapasitas
penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.
Selanjutnya, Badan Pelaksana
Penyuluhan di tingkat kabupaten/kota bertugas: (a) Menyusun kebijakan dan
programa penyuluhan kabupaten/kota yang sejalan dengan kebijakan dan programa
penyuluhan provinsi dan nasional; (b) Melaksanakan penyuluhan dan mengembangkan
mekanisme, tata kerja, dan metode penyuluhan; (c) Melaksanakan pengumpulan,
pengolahan, pengemasan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan
pelaku usaha; (d) Melaksanakan pembinaan pengembangan kerja sama, kemitraan,
pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan
penyuluhan; (e) Menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum
kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan (f) Melaksanakan peningkatan
kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta melalui proses pembelajaran secara
berkelanjutan.
Satu produk kebijakan penting
berkenaan dengan kelembagaan ini adalah Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007
Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Aturan ini yang selalu diacu untuk
memutuskan apakah penyuluhan harus bergabung dengan Dinas atau BKP, atau
tersendiri dengan membentuk Bapeluh.
Pasal 19 menyebutkan bahwa besaran
organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan 3 variabel yakni jumlah
penduduk, luas wilayah, dan nilai APBD. Besaran organisasi Perangkat Daerah
Provinsi (Pasal 20) dibedakan antara nilai total kurang dari 40, antara 40
sampai 70, dan di atas 70 point. Jika lebih dari 70 misalnya, maka boleh
membentuk dinas paling banyak 18 unit, dan lembaga teknis daerah paling banyak 12
unit. Semakin besar nilai yang dimiliki daerah bersangkutan, makin besar pula
kesempatan pembentukan Bakorluh secara tersendiri. Demikian pula untuk level
kabupaten/kota. Jika mampu mencapai point 70 lebih maka dimungkinkan membentuk dinas
paling banyak 18 unit ditambah 12 unit lembaga teknis daerah.
Lebih jauh pada Pasal 22 disebutkan
bahwa penyusunan organisasi perangkat daerah berdasarkan pertimbangan adanya
urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Penanganan urusan tidak harus
dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dalam hal beberapa urusan yang
ditangani oleh satu perangkat daerah, maka penggabungannya sesuai dengan
perumpunan urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga
teknis daerah. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk Badan salah satunya
terdiri dari bidang ketahanan pangan. Inilah dasarnya mengapa Bapeluh sering
digabung dengan BKP.
Aturan lain yang sangat penting
adalah Peraturan Presiden No 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Pada Pasal 2 dijelaskan bahwa kelembagaan penyuluhan mencakup mulai dari
pusat sampai kecamatan. Azasnya adalah konkurensi. Lalu, pada Pasal 12 terbaca
bahwa di tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan. Aturan
ini sesuai dengan posisi struktur kelembagaan penyuluhan pertanian pasca UU 23
tahun 2014.
Permasalahan:
Permasalahan pokok yang ditemui
adalah LEMAH DAN TIDAK SERAGAMNYA KELEMBAGAAN PENYULUHAN, terutama di level
kabupaten/kota. Sebagian wilayah telah membentuk Bapeluh sendiri atau menggabungkan
dengan BKP, namun masih banyak yang menempatkan penyuluh terpisah-pisah di
bawah dinas teknis masing-masing. Akibatnya, efektivitas penyuluhan rendah,
kurang terkoordinasi, dan jati diri penyuluhan kendor.
Tahun 2013, ketika Perpres
Kelembagaan belum terbit, menyebabkan ketidakpastian kelembagaan penyuluhan dan
KERANCUAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN DI DAERAH. Kinerja penyuluhan sangat
tergantung pada tingkat pemahaman dan komitmen pimpinan daerah. Koordinasi yang
baik antar komisi penyuluhan di Pusat berpotensi mengatasi kesulitan komunikasi
dan koordinasi akibat keragaman dan kerancuan pemahaman kebijakan dan
implementasinya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara, kelembagaan
penyuluhan pertanian di pusat masih membutuhkan penguatan dan penyempurnaan
manajemen, sehingga pada level ini masih banyak yang harus dilakukan, mulai
dari melengkapi berbagai kebijakan, meningkatkan apresiasi pihak non
penyuluhan, serta menyusun pedoman umum bagaimana penyuluhan pertanian
semestinya.
Perlu
dirumuskan pembangunan pertanian yang diarahkan atau berorientasi kepada
peningkatan kesejahteraan petani melalui pengembangan SDM pertanian dan guna
merangsang petani memproduksi komoditas pangan strategis sehingga meningkatkan
pendapatan petani yang mampu memberikan insentif kepada penyuluh pertanian.
Rekomendasi
ke Depan
Sistem penyuluhan
pertanian harus mengintegrasikan sistem agribisnis untuk meningkatkan dan
mengembangkan motivasi pelaku utama pertanian, serta menghindarkan stagnasi
produksi. Hal ini perlu didukung oleh sistem informasi aktual dan dinamis
berkelanjutan. Untuk itu, JEJARING SISTEM PENYULUHAN harus mampu mensinergikan
sistem informasi agribisnis dan agroindustri melalui integrasi sistem
agribisnis antar wilayah.
Dalam
proses transformasi sistem pertanian terpadu ke arah pertanian organik
diperlukan sistem penyuluhan pertanian yang menekankan peningkatan peran,
kualitas, dan kuantitas human capital,
dalam pengembangan sub-sub sektor pangan, hortikultura, perkebunan, dan
peternakan. Hal ini diperlukan guna mengurangi ketergantungan terhadap faktor
produksi (input) eksternal, antara lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya lokal secara terintegrasi.
Penyuluhan
pertanian perlu menyusun dan mengembangkan prioritas komoditas di setiap
wilayah kerjanya, baik komoditas lokal maupun nasional. Hal ini harus didukung
pengembangan jejaring sistem pemasaran dan pengolahan hasil yang dapat
memberikan nilai tambah bagi pelaku utama dan pelaku usaha di sektor pertanian.
Pihak
penyuluhan harus dapat MENGADVOKASI
DIREKTORAT JENDERAL teknis lingkup Kementerian Pertanian untuk menempatkan
penyuluhan sebagai unsur esensial yang harus dijadikan kunci keberhasilan
pencapaian program pembangunan pertanian serta menjadi penggerak dalam
meningkatkan integrasi antara penyuluhan dengan potensi perguruan tinggi, baik
untuk memberikan masukan untuk kebijakan maupun pada tataran implementasi.
Fungsi
Eselon I Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian sangat strategis untuk
memperjuangkan efektivitas sistem penyuluhan pertanian. Permasalahan di daerah, diketahui
bahwa lemahnya pembentukan kelembagaan penyuluhan di daerah disebabkan KETIDAKKONSISTENAN
ANTARA PERATURAN di atas, yakni antara UU 16 tahun 2006 dengan aturan batasan
jumlah badan dan dinas di level Pemda tingkat II. Untuk itu disarankan ide
penghargaan (award) kepada
pengambil kebijakan di daerah bagi Bupati/Walikota atas komitnya terhadap
penyuluhan. Penyuluhan perlu menjadi URUSAN WAJIB pada daerah-daerah yang
dinilai potensial untuk pengembangan pertanian pangan. Perlu pula diperkuat peran
asosiasi penyuluh sebagai pengontrol penguatan sistem penyuluhan.
Rekomendasi berkaitan dengan UU 23 tahun 2014
Merespon
kelahiran UU 23 tahun 2014 dimana timbul berbagai isu di daerah, diusulkan penerbitan
Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten /Kota tentang pembenahan
fungsi kelembagaan Dinas, Badan Pelaksana Penyuluhan, didukung kejelasan
penguatan sinergi pembagian fungsi mendukung peningkatan produktivitas sesuai
dengan Permentan Nomor 131 Tahun 2014.
Juga disampaikan tiga alternatif menyikapi UU No 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu berupa: (a) Desentralisasi penuh
namun berimplikasi kepada lemahnya aspek-aspek pemberdayaan kelembagaan penyuluh,
efektivitas alokasi anggaran, penguatan profesionalitas dan efektivitas fungsi
penyuluh dan penyuluhan; (2) Konkurensi secara proporsional dengan pembagian
urusan Pusat dan Daerah sesuai kesiapan dan komitmen Pemda, dan (c) Sentralisasi
sistem penyuluhan, namun berbenturan dengan komitmen otonomi daerah. KPPN merekomendasikan
untuk menerapkan pola konkurensi.
Sebagaimana pasal 15 UU No 23
tahun 2014, secara jelas disebutkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan urusan
bersama antara pemerintah pusat dan daerah, atau dilaksanakan SECARA KONKURENSI.
Penyuluhan Pertanian tidak menjadi bagian dalam lampiran UU No 23 tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah. Dengan kata lain, penyuluhan pertanian tetap
dijalankan dengan berpedoman kepada UU No 16 tahun 2006 tentang SP3K. Hal ini
perlu menjadi perhatian pemerintah daerah sehingga tidak ada alasan untuk tidak
memperhatikan kelembagaan dan operasionalisasi penyuluhan pertanian.
Pelaksanaan penyuluhan
pertanian dengan pola konkurensi membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat yakni
Perpres. Namun demikian, bagaimana formasi pelaksanaan kongkurensi tersebut
membutuhkan berbagai proses sebelumnya, yaitu penyusunan NSPK (norma, standar,
prosedur, dan kriteria) yang harus disusun oleh Kementerian Pertanian, lalu
diikuti dengan pemetaan dan pembagian urusan pemerintahan bidang pertanian,
khususnya sub bidang penyuluh pertanian.
Karena proses ini membutuhkan
waktu, dimana diberikan batasan maksimal 2 tahun yaitu semenjak UU No 23 tahun
2014 diundangkan, yakni sampai dengan 2 Oktober 2016, maka keberadaan
kelembagaan penyuluhan di daerah tidak dirubah. Hal ini sudah diperjelas dengan
Surat Edaran Mendagri tanggal 16 Januari 2015 yang intinya adalah untuk tidak
melakukan perubahan dalam kelembagaan Badan Koordinasi dan Badan Pelaksana
Penyuluhan di daerah, menunggu revisi Perpres No 41 tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
*****
5 komentar:
slmt pg Bpk DR Syahyuti ? mohon maaf ini dg ibu Risa Y G Sunbanu SP penyuluh sertifikasi d BP4K Kab Kupang NTT saya ingin tanyakan bgm dg nasip kami penyuluh sertifikasi yg sudah berjuang sampai asa perda untuk jlnkan system sesuai amanah uu 16 th 2006 ini dg dasar perda no 9 th 2011 yg struktur organisasi sesuai dari ptjk pusat d ada rekomendasi kemendagri agar bisa ada BP4K di Kab Kupang ini serta ada surat dari BPPSDMP untuk laksanakan program pengembangan agribisnis lm3 yg mjd kendala bg kami ini penetapan ketenagaan ini sudah saya ajikan ke pusat untuk penetapan dari pusat agar sesuai uu 16 pasal 18 ini sudah dari th 2015 dan 2016 diajukan ke kelembagaan BPPSDMP namun blm ada hasil sampai skrg shg ini sudah menghambat tugas dari kami sbg penyuluh sertifikasi yg punya kompetensi profesi penyuluh ini terabaikan sd saat ini jd tolong segera permintaan kami ini terjawab dg penetapan ketenagaan penyuluh untuk laksanakan program pusat lm3 ini bisa cepat proses shg kami bisa kerja d daerah ini karna tetap kami jg kode etik kami untuk memperhatikan kepentingan masyarskat jd ini tolong agar pusat bisa menjawab kebutuhan kani karna ini sudah terlalu lama demikian Bpk DR Syahyuti atas bantuan Bpk kami haturkan limpah terimakasih slmt pg tolong beritahu saya jika sudah ada penetapan ketenagaan kami dari pusat agar kami bisa kerja sesuai amanah .
Wacana sj pak
Ass. Apakah revisi perpres 41 tahun 2007 sdh ada,apakah surat edaran Mendagri tanggal 16 Januari 2015 dapat dijadikan telaah akademis tentang peningkatan kelembagaan penyuhan pertaian yg di daerah sdh dilebur sebelum adanya revisi perpres 41 2007. Mohon penjelasan
Ass. Sejalan dgn dimandulkanya UU.16 tentang sp3k, maka dgn ini kami tanyakan apakah status kepegawaian penyuluh tdk bisa ditarik sj kepusat soalx kelembagaan penyuluh pertanian didaerah hanya eselon IV.(kab.Donggala) disisi lain semua pekerjaan bidang2 yg ada di Dinas yg tempat dicantolkan kelembagaan penyuluh ditambah lagi skrng ini pendampingan upsus pahala prog. Nasional yg begitu banyak komoditas yg dikembangkan TPI kesejahteraan penyuluh pertanian msh sja memperihatinkan transport 150 ribu honor 600 ribu kadang dalam penganggaran didinas sering dihilangkan oleh Pemda klu ada pemotongan angaran.untuk sebaiknya kami ditarik sja kepusat status kepegawaian kami biar pusat yg urus. Demi kepentingan pembangunan pertanian dan penyedian pangan 270 juta penduduk Indonesia. Salam kostratani
Ass. Apa tdk ada aturan/UU yg membolehkan status kepegawaian penyuluh pertanian dialihkan sj ke pusat karena didaerah nadip kelembagaan penyuluh pertanian hanya eselon IV seningga penyelenggaraan penyuluhan pertanian tdk berjalan maksimal diakibatkan oleh tdk tersedianya pembiayaan yg cukup, Disi lain honor PPL dibawah UMR.
Posting Komentar