Programa, Metode, dan Evaluasi
Penyelenggaraan penyuluhan yang
dimaksud dalam bab ini mencakup mulai dari penyusunan programa, pelaksanaan
penyuluhan, dan evaluasi kinerjanya.
Garis
Kebijakan
Dalam Permentan No 52 tahun 2009 tentang
Metode Penyuluhan Pertanian, Metode Penyuluhan pertanian adalah “cara atau teknik penyampaian materi
penyuluhan agar petani tahun, mau, dan mampu menolong dan mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya
lainnya sebagai usaha untuk meingkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan, dan dan kesejahteraannya, serta kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup”.
Metode dalam hal teknik
komunikasi dapat berupa pertemuan langsung dan tidak langsung, sementara dalam
hal sasaran dapat berupa perorangan, kelompok dan juga massal. Dalam
pelaksanaannya penyuluh juga dapat memilih metode temu wicara, temu karya, temu
lapang dan temu usaha; serta juga kaji terap, karya wisata, kunjungan (rumah dan
usaha), kursus tani, magang, mimbar sarasehan, pemutaran film, borsur, leaflet,
dan lain-lain. Intinya, metode yang tersedia sangat terbuka dan variatif.
Bagaimana
memilih metode yang sesuai? Dasar pertimbangan yang perlu diperhatikan terutama
berkaitan dengan tahapan dan kemampuan adopsi inovasi sasaran. Tahapan adopsi
inovasi terdiri atas tahap penumbuhan perhatian, penumbuhan minat, tahap
menilai, tahap mencoba, dan tahap menetapkan. Pasal 26
UU SP3 telah mengingatkan agar penyuluhan dilakukan dengan menggunakan PENDEKATAN
PARTISIPATIF melalui mekanisme kerja dan metode yang disesuaikan dengan
kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha.
Lebih jauh berkenaan dengan
programa, Permentan No 25 tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan
Pertanian, disebutkan agar programa penyuluhan dapat merespon secara
lebih baik ASPIRASI PELAKU UTAMA DAN PELAKU USAHA di perdesaan. Programa
disusun dengan memperhatikan keterpaduan dan kesinergian programa penyuluhan
pada setiap tingkatan. Keterpaduan mengandung maksud bahwa programa penyuluhan
pertanian disusun dengan memperhatikan programa pertanian penyuluhan tingkat
kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat nasional.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan kesinergian yaitu bahwa programa penyuluhan
pertanian pada tiap tingkatan mempunyai hubungan yang bersifat saling
mendukung. Penyusunan programa penyuluhan dimulai dari tahapan perumusan
keadaan, lalu penetapan tujuan, penetapan masalah, penetapan rencana kegiatan,
rencana monev, dan berakhir dengan revisi programa penyuluhan.
UU 16 tahun 2006, yakni Bab
VII tentang PENYELENGGARAAN, pada Pasal 23 berkenaan dengan Programa penyuluhan
disebutkan bahwa Programa penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan arah,
pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan penyuluhan.
Programa penyuluhan terdiri atas programa penyuluhan desa/kelurahan atau unit
kerja lapangan, programa penyuluhan kecamatan, programa penyuluhan
kabupaten/kota, programa penyuluhan provinsi, dan programa penyuluhan nasional.
Programa penyuluhan disusun dengan memperhatikan keterpaduan dan kesinergian
programa penyuluhan pada setiap tingkatan. Pasal 24 telah mengingatkan agar
Programa penyuluhan JANGAN NORMATIF dan ABSTRAK, namun harus terukur,
realistis, bermanfaat, dan dapat dilaksanakan serta dilakukan secara
partisipatif, terpadu, transparan, demokratis, dan bertanggung gugat.
Pada hakekatnya, UUU
No 16 tahun 2006 telah memuat berbagai pemikiran dan relatif sejalan dengan
paradigma baru penyuluhan pertanian. Hal ini terlihat dari: Pertama, pada Bab Asas, Tujuan, Dan
Fungsi, yakni Pasal 2 disebutkan bahwa “Penyuluhan
diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan,
keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan,
berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat”. Dapat dikatakan, hampir
seluruh ide dan sikap positif pembangunan telah diadopsi dalam kalimat ini,
utamanya pada asas demokrasi dan partisipasi.
Kedua, penyuluhan tidak lagi pada sekedar
peningkatan produksi pertanian, namun pada manusianya. Pasal 3 menyebut bahwa
tujuan penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan
modal sosial. Dicakupnya objek “modal sosial” disini bermakna bahwa penyuluh
pertanian Indonesia harus mempunyai fokus lebih luas dari sekedar individu
petani (pengetahuan-sikap-ketrampilan), namun juga ORGANISASI PETANI dan
berbagai jaringan sosial yang terbentuk di masyarakat.
Tujuan mulia ini dicapai dengan
memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui
penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan
potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta
fasilitasi (point b).
Ketiga, menerapkan manajemen yang TERINTEGRATIF,
tidak lagi terpasung ego sektoral. Pada Pasal 6 terbaca bahwa penyuluhan
dilaksanakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan pertanian,
perikanan, dan kehutanan. Lalu pada Pasal 7 disebutkan “Dalam menyusun strategi penyuluhan, pemerintah dan pemerintah daerah
memperhatikan kebijakan penyuluhan dengan melibatkan pemangku kepentingan di
bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan”.
Keempat, pelibatan masyarakat petani, dan
menjadikan petani sebagai subjek penyuluhan. Pada point b pasal 6 disebutkan: “penyelenggaraan penyuluhan dapat
dilaksanakan oleh pelaku utama dan/atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra
pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja
sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap
tingkat administrasi pemerintahan”. Semangat ini dikuatkan oleh Pasal 29,
dimana pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong peran serta
pelaku utama dan pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan.
Kelima, penyuluhan tidak lagi dimonopoli oleh
pemerintah, dengan diakuinya keberadaan penyuluh swadaya yang berasal dari petani dan penyuluh swasta. Dengan
UU ini dilahirkan pula Komisi Penyuluhan Pertanian sebagai organisasi
independen yang dibentuk pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang
terdiri atas para pakar dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian dan
kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunan perdesaan. Selain ini, juga
dibentuk wadah koordinasi penyuluhan nasional yang bersifat nonstruktural.
Selanjutnya, Permentan
No 91 tahun 2013 Tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian,
menyebutkan bahwa EVALUASI KINERJA Penyuluh Pertanian adalah “suatu kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis dan berkesinambungan untuk mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan
parameter kinerja Penyuluh Pertanian dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya”. Indikator penilaian kinerja mencakup mulai dari
persiapan sampai pelaksanaan, serta evaluasi dan pelaporan. Pada aspek
Persiapan Penyuluhan Pertanian adalah: (1) Membuat data potensi wilayah dan
agro ekosistem, (2) Memandu (pengawalan dan pendampingan) penyusunan RDKK, (3)
Penyusunan programa penyuluhan pertanian desa dan kecamatan, dan (4) Membuat
Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian (RKTPP).
Sedangkan pada pelaksanaan
penyuluhan mencakup bagaimana pelaksanaan penyebaran materi penyuluhan, penerapan metoda penyuluhan, peningkatan kapasitas
petani, menumbuhkan dan mengembangkan kelembagaan petani secara kuantitas dan
kualitas, serta bagaimana keberhasilan peningkatan produktivitas usaha tani
petani.
Evaluasi kinerja
dilakukan mulai bulan Oktober
sampai dengan Desember tahun berjalan, dimana metodenya dilakukan secara Mandiri
oleh Penyuluh Pertanian dengan
menggunakan instrumen penilaian Formulir
1.A dan 1.B. Hasil Evaluasi Kinerja secara Mandiri akan diverifikasi oleh Tim
Evaluasi Kinerja secara berjenjang di wilayahnya.
Dalam Permentan No 45 tahun 2013
tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian telah ditetapkan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang penyuluhan pertanian
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 43 Tahun 2013. SKKNI
tersebut merupakan acuan sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian. Melalui
sertifikasi profesi diharapkan terwujud Penyuluh Pertanian yang profesional
sehingga penyelenggaraan penyuluhan dapat terjamin mutunya dan mendapat
pengakuan dari masyarakat sebagai penerima manfaat. Uji kompetensi direncanakan dan disusun
sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bahwa semua persyaratan dilakukan
secara objektif dan sistematis dengan bukti-bukti yang terdokumentasi.
Sertifikasi profesi Penyuluh
Pertanian memiliki banyak manfaat yaitu: (1) melindungi profesi Penyuluh
Pertanian dari praktik yang tidak kompeten yang dapat merusak citra profesi
Penyuluh Pertanian, (2) melindungi masyarakat dari praktik penyuluhan pertanian
yang tidak bertanggung jawab, dan sekaligus (3) menjamin mutu penyelenggaraan
penyuluhan pertanian.
Pada Bab II Prosedur
Sertifikasi Profesi, disebutkan bahwa Lembaga Pelaksana adalah Badan Penyuluhan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pertanian selaku LSPP- 1 PP PNS. LSP yang mendapatkan
lisensi dari BNSP berhak melaksanakan sertifikasi profesi bagi Penyuluh
Pertanian Swasta dan Penyuluh Pertanian Swadaya. LSP dimaksud dibentuk atas
dasar komitmen bersama antara pihak Pemerintah (Kementerian Pertanian),
Asosiasi Profesi Penyuluh Pertanian, dan pemangku kepentingan lainnya.
Ruang lingkup dan Metode Uji
Kompetensi mencakup unit kompetensi sesuai dengan kerangka kualifikasi profesi
Penyuluh Pertanian seperti yang telah ditetapkan dalam SKKNI bidang penyuluhan
pertanian. Metode uji kompetensi dilaksanakan melalui tes tertulis, wawancara,
portofolio dan unjuk kerja. Uji ini berlaku untuk PPL PNS, swadaya dan swasta
dengan prosedurnya masing-masing.
Permasalahan yang Dihadapi
Berbagai permasalahan yang
dihadapi berkaitan dengan programa penyuluhan pertanian antara lain adalah:
(1) Belum tertibnya penyusunan
programa penyuluhan pertanian di semua tingkatan;
(2) Naskah programa penyuluhan
pertanian belum sepenuhnya dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan
penyuluhan pertanian;
(3) Keberadaaan penyuluh
pertanian tersebar pada beberapa dinas/instansi, baik di provinsi maupun
kabupaten/kota;
(4) Programa penyuluhan
pertanian kurang mendapat dukungan dari dinas/instansi terkait; dan
(5) Penyusunan programa
penyuluhan pertanian masih didominasi oleh petugas (kurang partisipatif).
Programa
yang disusun masih sebatas kewajiban administratif yang belum sungguh-sungguh
dijadikan acuan dalam operasional penyuluhan sehari-hari. Materi di dalamnya
juga cenderung NORMATIF, ABSTRAK, dan KUALITATIF.
Upaya Perbaikan Ke Depan
Penyelenggaraan
penyuluhan merupakan elemen yang keberhasilannya bergantung kepada banyak
elemen lain dari sistem penyuluhan. Untuk itu, sesuai prinsip partisipatif,
maka kegiatan penyuluhan mesti bersifat INKLUSIF dimana setiap orang dapat berperan dalam penyuluhan,
misalnya dengan mengoperasikan Sistem Pertanian Terpadu (SITANDU) yang didukung Cyber Extension.
Efektivitas
penyuluhan bisa ditingkatkan bila apresiasi terhadap kelembagaan penyuluhan
pertanian sebagai ujung tombak pembangunan pertanian ditingkatkan. Indikatornya
adalah adanya dukungan dinas dan instansi terkait layaknya program BIMAS
dahulu. Implementasi tata kerja antara kelembagaan pembangunan pertanian harus
didasari pemahaman peran badan pelaksana penyuluhan sebagai lembaga koordinasi
yang berpotensi mampu mengurangi egosektoral dalam upaya penguatan keterpaduan
pembangunan pertanian. Validasi
data pertanian di lapangan dapat dilakukan melalui pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh dalam
menginput perkembangan data pertanian (waktu tanam, waktu panen, penggunaan
benih, hasil, luas lahan, luas tanam, potensi wilayah, alih fungsi lahan, dll).
Keragaman
nama, fungsi, dan struktur organisasi, serta pengorganisasian penyuluhan
meningkatkan kompleksitas dan kendala dalam penyelenggaraan penyuluhan. Karena
itu, rapat koordinasi antar kelembagaan merupakan celah masuk yang penting bagi
kelancaran dan optimalisasi penyelenggaraan penyuluhan.
Kesenjangan informasi dan
inovasi teknologi bagi para penyuluh terjadi karena kelemahan akses terhadap
teknologi informasi, dan kekurangan inovasi teknologi. Lebih jauh lagi,
insentif materi yang disediakan tidak merata akibat keterbatasan dukungan
pendanaan ditingkat kecamatan dan desa. Terobosan-terobosan inovasi teknologi
dimungkinkan sejalan dengan pendekatan penyuluhan partisipatif dan
terintegrasi, untuk mengangkat temuan terobosan teknologi di tingkat petani maupun
yang bersumber dari instansi terkait.
Pihak
BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) di bawah Badan Litbang Pertanian melaporkan
bahwa kedepan para peneliti dan penyuluh di BPTP diwajibkan lebih intensif
berinteraksi dengan Balai Penyuuhan, dan akan menjadikan pelatihan disana
sebagai tugas mereka. Peningkatan sinergitas materi, metode, dan penyuluhan,
melalui cyber extension dan harmoni
partisipasi peneliti, penyuluh, dan sasaran penyuluhan.
Pembangunan
pertanian tidak bisa diseragamkan di seluruh wilayah pembangunan, dengan
demikian perlu ada tipologi guna membedakan penanganan dalam pembinaannya,
termasuk dalam kelembagaan dan penyelengaraan penyuluhan. Sistem penyuluhan
perlu mendorong pengembangan sistem perkreditan, pembiayaan, dan asuransi pertanian, serta
memperjuangkan kemitraan sinergis antara petani lahan sempit dengan pelaku
pertanian korporat dan pelaku yang lebih profesional, maupun koperasi
pertanian. Guna
meningkatkan kegiatan penyuluhan, diperlukan komitmen pimpinan dalam hal-hal mengatasi
kendala biaya penyuluhan, dan penguatan insentif berupa penghargaan terhadap
kiprah penyuluhan.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar