Jumlah pe-longok :

Sabtu, 28 Mei 2022

Penyuluhan Pertanian dalam UU 11-2019 Sisnas Iptek

Pertanyaan yang menarik kita bahas saat ini adalah apakah penyuluhan pertanian masih akan tetap di bawah Kementan? Lalu, bagaimana sosok penyuluh yang dibutuhkan sesuai UU Sisnas Iptek yang baru saja melahirkan BRIN? Dua aspek ini menarik dibahas,  meskipun biasanya kita mengenal 5 aspek dalam dunia penyuluhan (3 sapek yg lain adalah: penyelenggaraan, sarana dan prasarana, dan anggaran). 

Selain UU 11-2019 SISNASIPTEK, Saya kaitkan pula dengan PERPRES 35-2022 tentang  Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian yang masih hangat baru saja keluar.

Satu, KELEMBAGAAN Penyuluhan:

Sebagaimana kita tahu, UU 11-2019 Sisnas Iptek berbeda pandangan dengan Perpres 78-2021 (yang sedang di uji materikan di MK karena inkonstitusi bersyarat). Kita bahas yang UU saja. Intinya, UU ini berkarakter INKLUSIF, karena memuat sistem inovasi pertanian (Agriculture Innovation System - AIS). Sisnas Iptek  yang terdiri atas 5 aspek (Litbangjirap) sejatinya inklusif, partisipatif dan kolaboratif koordinatif. Sebaliknya, Perpres 78-2021 begitu eklusif-integratif.

Karater inklusif ini datang dari term sistem inovasi (pertanian) yang menjadi ruh nya. Secara teori, “innovation system” sangat inklusif.  Sejak akhir tahun 2000-an orang-orang pakai interactive learning atau “Agricultural Innovation System” (AIS); sebelumnya ada transfer technology dll. Ini bisa ditelurusi dari definisi AIS menurut FAO, OECD dll. Kata “inovasi” diulang  60 kali di UU ini. Invensi dan inovasi dibahas khusus di bagian kelima (pasal 34 - 38).

Pasal 1 menyebut bahwa Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah pola hubungan yang membentuk keterkaitan …. antarunsur kelembagaan dan sumber daya sehingga terbangun jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi  sebagai satu kesatuan yang utuh …. “.  Pasal 13 ayat 2: Penyelenggaraan Iptek dapat dilakukan oleh perseorangan, kelompok, Badan Usaha, lembaga pemerintah atau swasta, dan/atau perguruan tinggi”.

Jadi, semua masuk, semua pihak bisa terlibat. Maka, akan bertebaran lah nanti di kantor-kantor, kampus, bahkan di saung kelompok tani kata-kata kunci “teknologi”, “Iptek”, “inovasi”, “diseminasi”, dll. Ini akan menjadi buah bibir masyarakat sehari-hari. Dengan ini lah inovasi menjadi landasan dan engine ekonomi.

Maka, Kementerian Pertanian sesungguhnya WAJIB menggunakan nya dalam menyusun program berbasis kata-kata kunci tersebut. Jika tidak, artinya tu pembangunan ga berbasis inovasi. Coba bayangkan Kementerian Pertanian tidak menggunakan Iptek dan inovasi dalam kegiatan nya sehari-hari; lalu mereka pakai basis apa? Kan katanya ekonomi berbasis inovasi, pertanian ya berbasis inovasi. Inovasi teknologi dan knowledge tentunya. Hehe.

Siapa yang harus menjalankan SISTEM INOVASI PERTANIAN INDONESIA?  Membangun dan menjalan sistem inovasi pertanian jelas bukan urusan kecil. Ini organisasi besar dengan banyak aktor, berlapis, berjenjang, dan tersebar luas senusantara. Jika ada satu pihak mengklaim bisa mengerjakan sendiri jelas keliru. Sesuai Pasal 14, Penyelenggaraan Iptek dilakukan melalui Pendidikan, Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan. Ini diurai dari pasal 15 sampai 33.

Artinya, semua pihak di luar BRIN sangat bisa bermain, setidaknya  di Pengkajian dan Penerapan (Pasal 23-33) yakni pada kegiatan perekayasaan, kliring teknologi, audit teknologi, pengujian, pengembangan teknologi, rancang bangun, alih teknologi, intermediasi, difusi Iptek dan komersialisasi teknologi. Ini tampaknya akan dijalankan peneliti dan penyuluh.

Khusus untuk penyuluhan adalah bab Penerapan (Pasal 27-33). Ini rumit dan berjenjang.  Ada 4 cabang kegiatan dan belasan ranting. Empat cabang tersebut adalah: transfer teknologi , intermediasi, difusi, dan komersialisasi.

Lalu, jika melihat pada Perpres 35-2022, bab kelembagaan secara khusus ada di Bab III Penguatan Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Kecamatan dan Desa. Pasal 10 menyebutkan: “Penguatan kelembagaan Penyuluhan Pertanian kecamatan dan desa dilakukan dengan: (a) pembentukan, penetapan, dan peningkatan kapasitas BPP; dan (b). penumbuhan dan pemberdayaan Posluhdes.

Dua regulasi ini terlihat saling melengkapi. UU 11-2019 di bagian prinsip-prinsip kelembagaan nya saja, sedangkan Perpres 35 hanya membahas kelembagaan di level kecamatan dan desa. UU Sisnas Iptek memberikan peluang kerjasama, dan khusus untuk level kecamatan dan desa diperkuat melalui Perpres no 35.  Aman, tidak masalah.

Dua, aspek KETENAGAAN Penyuluhan:

Sosok penyuluh pertanian yang dibayangkan UU Sisnas Iptek tampaknya cukup berbeda. Akan lebih banyak tantangan, harus lebih kreatif, dan memiliki ilmu yang lebih luas. Ini kita telusuri dari apa yang harus dijalankan dalam tahap “Penerapan”.

Bab Penerapan (Pasal 27-33) memuat 4 cabang kegiatan dan belasan ranting. Empat cabang tersebut adalah: transfer teknologi , intermediasi, difusi, dan komersialisasi.  Naahhh, rasa-rananya penyuluh kita, terutama yang ASN,  belum faham ini apa. Term-term ini tampak begitu pas utk penyuluh swasta.

Penyuluh misalnya dapat terlibat pada kegiatan alih teknologi dan intermediasi. Pasal 30, intermediasi teknologi merupakan upaya untuk menjembatani proses terjadinya Invensi dan Inovasi antara penghasil dan calon pengguna Teknologi. Sosok penyuluh tentu sesuai dengan fungsi yang diharapkan untuk kegiatan penerapan.

Pasal 31 terkait Intermediasi Teknologi berupa inkubasi Teknologi, temu bisnis Teknologi, kemitraan, dan/atau promosi hasil Invensi. Lalu Pasal 33, komersialisasi teknologi berupa: inkubasi Teknologi, kemitraan industri, dan/atau pengembangan kawasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jadi, penyuluh ke depan tidak hanya faham teknologi, namun ilmu bisnis nya harus lebih kental.

Lalu, apakah PPL swasta dan swadaya diterima di Sisnas Iptek? Jawabnya: ya, diterima.  Boleh. Merujuk ke Pasal 13, Penyelenggaraan Iptek dapat dilakukan oleh: perseorangan, kelompok,  Badan Usaha, lembaga pemerintah, swasta, dan/atau perguruan tinggi.

Perpres 35 -2022, pada Bab IV Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas Ketenagaan Penyuluh, Pasal 14 menyebutkan: “Penyediaan dan peningkatan kapasitas ketenagaan Penyuluh dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota melalui: a. penyediaan dan peningkatan kapasitas tenaga Penyuluh Pegawai Negeri Sipil dan Penyuluh yang berasal dari PPPK; b. pengembangan dan pembinaan teknis Penyuluh Swadaya; dan c. pembinaan Penyuluh Swasta.

Pasal 12 Perpres 35: “Peningkatan kapasitas BPP dilakukan melalui penyediaan ketenagaan Penyuluh Pegawai Negeri Sipil dan/atau Penyuluh yangberasal dari PPPK ... dst”. Pasal 13 ayat (2): “Penumbuhan dan pemberdayaan Posluhdes dilakukan melaluipengembangan Penyuluh Swadaya .... dst”.

Artinya, sesuai dengan semangat inklusif UU Sisnas Iptek yang inklusif, serta kentalnya ruh bisnis dan sangat wellcome pada pelaku bisnis, lalu disambut dengan semangat demokratif-partisipatif Perpres 35-2022; maka penyuluh SWASTA dan SWADAYA dapat dan bahkan PERLU diberi tempat yang luas ke depan. Dunia penyuluhan pertanian Indonesia hanya akan bertahan jika memberi ruang dan perhatian yang cukup kepada mereka, yang sampai saat ini belum terlalu jelas pola nya mau dibagaimana-in. Mungkin demikian.

*******