Jumlah pe-longok :

Senin, 29 Maret 2021

Keniscayaan Sosok Baru PENYULUH PERTANIAN di Era New Normal Covid-19

 

Sesungguhnya dunia pertanian telah dua kali mengalami era new normal. Pertama berkenaan dengan perlunya tatanan baru menghadai perubahan iklim (climate changes), dan yang kedua adalah pasca pandemic Covid-19 di tahun 2020 ini. Jika kedua fenomena dihubungkan, tentu saat ini sbenarnya pertanian sedang menghadapi “new normal berganda”. Penyuluh pertanian merupakan organ dalam keseluruhan sistem pertanian yang berada di depan, dan bertanggung hampir untuk seluruh urusan pembangunan pertanian. Meskipun pada awalnya penyuluhan pertanian hanya pada urusan diseminasi dan adopsi teknologi pertanian baru, namun faktanya, terlebih di Indonesia, penyuluh pertanian telah berubah menjadi “petugas pertanian” (agricultural officer). Tulisan ini intinya memberi kesadaran bagaimana kompleksitas masalah yang dihadapi dunia penyuluhan pertanian dalam mengefektifkan kegiatan dalam era new normal, sebagai hasil dari berbagai tekanan sosial ekonomi dan teknologi. Ini juga akan memberikan sedikit gambaran bagaimana sosok yang dibutuhkan untuk tenaga penyuluh pertanian saat ini ke depan, terlebih lagi dengan tekanan untuk “penyuluhan baru” di Indonesia yang transisi nya tidak berjalan mulus semenjak keluarnya UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dunia sedang berjuang untuk melawan pandemi COVID-19, dan penduduk pedesaan - terutama di negara berkembang - mungkin menghadapi beban ganda: kurangnya informasi dan layanan kesehatan yang dibarengi dengan kemiskinan, yang akan membuat mereka rentan terhadap risiko kesehatan serta bencana sosial lebih besar. Ada konsekuensi kesehatan dan ekonomi sekaligus. Sementara itu, mereka perlu terus bekerja di bidang pertanian untuk memastikan tidak hanya mata pencaharian mereka tetapi juga pasokan pangan nasional dan global dan, pada gilirannya, ketahanan pangan.

New Normal sebagai Keniscayaan Perilaku Baru

Secara sederhana, new normal adalah “...a new way of living and going about our lives, work and interactions with other people”. Kenormalan baru (new normal) pada awalnya adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan tahun 2007-2008, lalu resesi global 2008-2012. Sejak itu, istilah ini dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak normal atau tidak lazim, kini menjadi umum dilakukan.

Untuk dunia pertanian, sebelumnya kita telah mengenal new normal perubahan iklim (climate changes). Sedangkan new normal pandemi Covid-19 ini sesungguhnya berlaku umum, dan termasuk di bidang pertanian. Untuk Covid-19, perilaku hidup new normal dilakukan sebagai upaya kesiapan untuk beraktivitas di luar rumah seoptimal mungkin, sehingga dapat beradaptasi dalam menjalani perubahan perilaku yang baru. Perubahan pola hidup ini dibarengi dengan menjalani protokol kesehatan sebagai pencegahan penyebaran dan penularan Covid-19.

Untuk urusan iklim, Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia (Indonesia Climate Change Sectoral Road Map) yang berisi rencana aksi menyeluruh untuk upaya adaptasi perubahan iklim yang bersifat lintas sektor atau bidang untuk jangka waktu 2013-2025. Sebuah artikel berjudul “Agricultural Extension and Adaptation Under the ‘New Normal’ of Climate Change” (Januari 2015) menyebutkan betapa pentingnya pengelolaan sumber daya alam berbasis komunitas secara partisipatif (community-based/participatory natural resource management / CB-PNRM) ) dalam mendukung adaptasi terhadap dampak perubahan iklim saat ini dan masa depan. Masyarakat seperti itu diharapkan mengalami perubahan signifikan dalam lingkungan alam tempat mata pencaharian mereka bergantung. Dampak iklim diprediksi untuk mengintensifkan lanskap risiko dinamis yang ada yang ditandai dengan kemiskinan yang terus-menerus, marjinalisasi sosial dan politik, degradasi lahan, dan konflik yang sebagian besar disebabkan oleh kegagalan kebijakan dan tata kelola yang merusak produktivitas lahan pertanian. Pemerintah menyusun strategi adaptasi yang membangun ketahanan iklim dan memberikan kapasitas adaptasi bagi para petani. Di level global, hal ini dikaitkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yang merupakan sebuah agenda pembangunan global yang terdiri dari 17 tujuan.

New normal kedua adalah bekerja dalam tekanan pandemi covid-19. Walaupun pada awalnya pandemi Covid-19 adalah masalah kesehatan, namun kemudian berdampak luas pada berbagai sendi kehidupan. Untuk dunia penyuluhan pertanian, perubahan yang dituntut adalah pada bagaimana cara berkomunikasi dan berelasi. “There will be a new normal to working remotely, working from home and engaging online”. Jadi, new normal Covid-19 adalah masa “hidup bersama Covid-19”, sebagaimana selama ini kita hidup bersama nyamuk demam berdarah, nyamuk malaria, virus influenza, dan lain-lain.

Pandemi covid-19 intinya adalah menekan kita semua untuk semakin membiasakan diri dengan komunikasi online tanpa interaksi tatap muka langsung. Demikian pul, intinya penyuluhan adalah komunikasi. Maka, dunia penyuluhan lah yang sesungguhnya harus paling cepat dan terdepan dalam perubahan, dan memanfaatkan “tekanan positif” dari pandemi ini.

Kita semua mahfum, disrupsi IT juga tidak dapat diabaikan. Pertanian adalah sektor yang sering kali menjadi objek dan follower berbagai perkembangan dunia di luarnya termasuk disrupsi Revolusi Industri 4.0. Kehadiran teknologi 4.0, utamanya berupa  internet of things (IoT) merupakan keniscayaan dan menjadi basis utama cara berkomunikasi penyuluhan.

Menghadapi ini, kapasitas masyarakat harus meningkat untuk berkomunikasi secara online, disertai alat online yang lebih canggih yang mampu memproduksi augmented reality (realitas yang dibesarkan dan digandakan), virtual reality dan e-Learning. Penyuluh juga harus mampu menangkap peluang ini, dimana alat dan mesin yang memproduksi realitas jenis ini menjadi garis depan baru dalam perluasan komunikasi, dan kemungkinan besar akan menjadi arus utama dengan cukup cepat. Ya, kita akan semakin terbiasa dengan media video, konferensi online dan webinar.

Bahkan sesungguhnya, tekanan “digitalisasi pertanian” ini sudah muncul semenjak sebelum Covid-19, uytamanya pemanfaatan internet of things (IoT) yang memberikan  pemantauan secara real time dan penyediaan data berskala besar. Berbagai alat sensor di lapang tentang pemantauan kelembaban tanah misalnya, menjadi bahan membuat keputusan kepada petani untuk kapan memulai menyebar bibit dan bertanam. Ini akan memperkuat ketangguhan sosial petani yang dicirikan oleh: (1) sejauh mana sistem dapat bertahan dari ganguan eksternal, (2) sejauh mana anggota dan elemen di dalamnya mampu melakukan reorganisasi, dan (3) sejauh mana sistem mampu belajar dari pengalaman sosial dan teknisnya. Sistem yang kuat akan mampu bertahan dan menyesuaikan diri pada kondisi baru.

Peran Penyuluh Pertanian dalam Era New Normal Covid-19

Penyuluh pertanian Indonesia, sedang bertransisi dari dominannsi penyuluh pemerintah ke penyuluh swadaya dan swasta, sebagaimana digambarkan tabel berikut. Hal ini tentu menuntut pula perubahan sistem kerja, perencanaan,  serta monitoring dan indikator keberhasilannya. Berkenaan dengan optimalisasi penyuluh sawadaya dan swasta, Kementan telah mengeluarkan Permentan No 61 tahun 2008  tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta, serta Kepmentan No 26 tahun 2020 tentang Pembinaan Penyuluhan Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta. 

 

Jumlah penyuluh pertanian menurut jenisnya tahun 2012 dan 2020

 

Jenis penyuluh pertanian

Tahun 2012

Tahun 2020

1.      PPL PNS

28.494

26.587

2.      PPL THL-TBPP

21.653

11.867

3.      PPL swadaya

8.344

29.268

4.      PPL swasta

92

377

Total

58.583

68.099

 

Penyuluhan yang didunia akademis dibahasakan sebagai “extension and advisory services” (EAS) berada di garis depan (frontline) terhadap COVID-19 untuk memastikan keamanan pangan.  Penyuluh dapat memberikan kontribusi penting untuk meminimalkan dampak COVID-19 melalui :

1.      Meningkatkan kesadaran tentang COVID-19 di daerah pedesaan, yang akan membantu mengurangi penyebaran pandemi sambil memastikan bahwa dukungan yang memadai diberikan kepada produsen pedesaan dalam hal produksi dan kepatuhan terhadap aturan baru yang berlaku.

2.      Menilai situasi lapangan dan mengadvokasi solusi mendesak untuk kebutuhan petani. Sebagai mitra terpercaya dari produsen dan masyarakat pedesaan, EAS diposisikan secara unik untuk menilai situasi lapangan, menyediakan layanan yang disesuaikan, dan terus memberi informasi kepada pemerintah, sehingga memungkinkan keputusan yang cepat dan memadai untuk memastikan kesehatan dan pasokan makanan.

3.      Memastikan dukungan berkelanjutan untuk produsen pedesaan dalam situasi pembatasan fisik. Bantuan EAS bahkan lebih penting daripada sebelumnya dalam mendukung produsen pedesaan untuk mengatasi tantangan baru. EAS dapat memberikan sumber tepercaya dan kontak untuk memastikan akses mudah ke input, benih, transportasi, dan keuangan yang penting untuk memastikan jaminan produksi pangan selama pandemi di lapangan. Untuk itu, EAS semakin ditantang untuk berinovasi dalam mengatasi jarak fisik, khususnya saat menggunakan komunikasi jarak jauh dan ekstensi digital, atau saat memainkan peran informasi dan perantara.

4.      Membangun kemitraan untuk mengatasi gangguan pasar dan memastikan rantai pasokan berfungsi: Menyadari bahwa banyak pelaku EAS beroperasi pada tingkat produksi pertanian dari rantai nilai, keharusan COVID-19 dapat mendorong mereka untuk mengambil tindakan dalam mengatasi masalah kritis petani, dalam kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya dalam sistem inovasi pertanian. Penyuluh memfasilitasi akses petani ke fasilitas pasar sambil mendorong perdagangan elektronik.

5.      Membantu mengatasi masalah sosial yang muncul, termasuk dengan memfasilitasi hubungan dengan layanan perlindungan sosial, mengembangkan jaring pengaman sosial, menerapkan skema asuransi, membantu dalam mengidentifikasi dan memberi nasihat tentang peluang penciptaan pendapatan alternatif, dan menyelesaikan konflik lokal.

 

Penanganan dampak pandemi untuk petani dapat dilakukan pada dua level karena ada program yang dapat diberikan langsung kepada individu, namun juga ada yang bersifat barang publik (public good) yangakan efektif bila dimanfaatkan bersama, misalnya bantuan Alsintan pada kelompok tani. Petani harus dipahami dalam konteks  sebagai individu, keluarga dan komunitas. Karena pandemi memiliki dampak berbeda pada ketiga level, sehingga akan berbeda pula dalam menyusun strategi penanggulangan dampaknya. Sedangkan  dari sisi komunitas, petani diorganisasikan dalam  garis keorganisasian wilayah (dusun, kampung dan desa); dan juga keorganisasian formal komoditas (kelompok tani, Gapoktan, dll).  Agenda yang dapat dijalankan sebagai instrumen penanggulangan dampak penting dalam dua hal, yaitu: (1) mencegah dampak utamanya pada kesehatan dan produksi pangan; dan (2) strategi penanggulangan ke depan yang mencakup proses pemulihan dan akselerasi.  

Berkenaan dengan pandemi, maka dampak yang dirasakan oleh petani, yang berkenaan dengan posisi sebagai produsen sekaligus konsumen. Tantangan yang dihadapi petani pada masa pandemi mencakup keseluruhan sistem produksi sampai pada distribusi dan konsumsi, sebagaimana dijabarkan pada matrik beikut.

Potensi kemampuan petani melawan dampak pandemi sangat lemah terutama pada rumah tangga petani miskin. Menurunnya aktivitas dan anjloknya harga komoditas, akan menekan pendapatan, yang lalu secara berantai akan memperlemah ketahanan pangan dan kecukupan gizi; yang bisa berakhir kepada ancaman pada kesehatan. Tambahan lagi, petani miskin yang tinggal di pedesaan pada kelompok atau komunitas yang didominasi oleh keluarga-keluarga miskin; akan mendapatkan dampak yang lebih berat dibandingkan dengan keluarga petani miskin yang tinggal pada kelompok masyarakat berpendapatan sedang. Ini disebabkan semakin menurunnya kapasitas kesetikawanan kolektif dan lemahnya kemampuan komunitas dalam melakukan local innovate untuk melakukan resiliensi kolektif.

Penyuluh adalah lini terdepan di hadapan petani, harus mampu langsung menangani masalah petani sehari-hari. Penyuluh harus siap misalnya dengan alat pelindung diri untuk petani, menjamin akses ke layanan kesehatan, mengurangi tekanan hilangnya pendapatan dasar bagi petani, mendampingi manajemen komunitas sehingga daya resiliensi nya terjaga. Untuk menjaga usaha pertanian, maka penyuluh harus dapat menjamin akses petani pada sarana input, permodalan, pasar, kemampuan petani mengakses informasi harga, jaringan pasar, dan teknologi (United Nation 2020). Ketika Covid nanti membaik, penyuluh  harus melakukan sosialisasi penanganan Covid-19 di sektor pertanian.

 

Format Adaptasi Mekanisme Penyuluhan masa New Normal

Selain bahwa petugas penyuluh pertanian harus mengikuti prosedur kesehatan, beberapa adaptasi yang harus  dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama, Go digital. Alat dan teknologi digital memungkinkan arus informasi berlangsung meskipun ada kendala jarak fisik dan mobilitas. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan keniscayaan, karena kan mengurangi relasi tatap muka langsung yang memang dibatasi dalam new normal Covid-19. Materi informasi digital tersedia dan dapat diakses dan mudah diimplementasikan seperti layanan pesan singkat (SMS), Interactive Voice Response (IVR), radio dan TV, drone, pemasaran online, platform e-extension, sosial media, dll. Ini akan memungkinkan akses inklusif ke layanan berbasis TIK untuk memastikan kelompok yang kurang beruntung juga mendapat manfaat dari inovasi dan perkembangan digital. Namun, teknologi juga bisa menyebabkan ketimpangan.

Di China, selain memberikan layanan konsultasi kepada petani melalui We-chat, ponsel, telepon, dan aplikasi, serta kunjungan lokasi untuk memastikan produksi dan pemasaran sayuran, melalui rantai pasokan khusus yang dibentuk untuk menyediakan produk segar bagi mereka yang terkunci; juga dijalankan konsultasi jarak jauh menggunakan ICT serta program siaran langsung TV digunakan untuk memberikan layanan konsultasi kepada petani (FAO, 2020a). Indonesia telah memiliki “TV Tani” (http://www.tvtani.id/) yang berisi berita, program, dan pengetahuan popular. Sebagian berupa materi pengetahuan dan teknologi, dan sebagian tentang aktivitas Kementerian Pertanian.

Kedua, Memanfaatkan kontak formal dan informal yang ada, mekanisme dan jaringan lokal, seperti koperasi, organisasi produsen, tokoh masyarakat dan petani, swadaya dan kelompok agama. Ini sangat penting untuk memastikan informasi dan saran yang tepat waktu dan tersebar luas ketika langkah-langkah yang membatasi mobilitas dilakukan. Menyediakan persiapan penyedia EAS yang tepat waktu sesuai kebutuhan. Tingkatkan kesadaran dan informasikan penyedia garis depan tentang topik yang paling mendesak seperti tindakan pencegahan, penggunaan TIK, manajemen konflik dan komunikasi yang efektif karena mereka menangani konteks di bawah tekanan tinggi.

Tiga, Bergabung dengan pelaku tanggap darurat di tingkat nasional dan lokal, yakni  otoritas kesehatan, perlindungan sipil, peringatan dini, dan lainnya di garis depan. Secara teratur, penyuluh harus memperbarui informasi situasi di lapangan dan tantangan yang dihadapi petani, dan menerapkan tanggapan dalam kemitraan dengan sektor swasta dan lembaga lain di lapangan.

Sebagaimana di negara bagian di India, mereka mendirikan iTeams berbasis cloud di Kementerian Pertanian (FAO, 2020a). iTeams bekerja dengan banyak aktor di lapangan termasuk penasihat penyuluhan, pemimpin lokal, dan bisnis swasta, serta pemerintah daerah, untuk menilai hasil, menghubungkan petani ke rantai logistik melalui hotline khusus, dan mendapatkan izin jam malam untuk personel dan kendaraan iTeam.

Empat, Membentuk mekanisme respons EAS untuk menangani hal-hal mendesak yang disebabkan oleh COVID-19 dan krisis pasca pandemi. Ini harus memperkuat koordinasi dan perencanaan bersama para pelaku EAS di tingkat lokal dan nasional, dan membantu menyesuaikan kegiatan EAS dengan kebijakan baru terkait krisis dan tindakan pemerintah. Penyuluh (EAS) dapat meningkatkan penggunaan sumber daya yang tersedia secara efisien dan mencari alternatif, bekerja sama dengan sektor swasta, mendanai tanggap darurat dan pemulihan, mengadvokasi dengan pemerintah dan donor.

Lima Memperkuat infrastruktur, pengaturan kelembagaan dan kapasitas individu untuk memanfaatkan informasi dan layanan digital. Satu terobosan dalam kepemimpinan baru Kementerian Pertanian, di bawah Menteri Surya Yasin Limpo, adalah Kostratani (Komando Strategi Pertanian). Ini sebuah pendekatan manajemen baru dengan memperkuat fungsi lebih dari 6.400 unit Balai Penyuluhan Pertanian di level kecamatan. Setiap BPP akan terhubung secara online dengan pusat, dan sekaligus horizontal dengan sesama BPP lain.

Pendekatan ini tentu sejalan dengan perkembangan bahwa Covid mempercepat kesadaran terhadap komunikasi virtual. Salah satu artikel BBC bertajuk “How coronavirus has transformed the way we communicate” menyebutkan bahwa “Our relationship with voice and video chat is changing in the Covid-19 era.” Ya, suara dan video, tanpa tatap muka. Sesungguhnya tentu berkomunikasi seperti ini sudah bisa dilakukan semenjak setidaknya 5 tahun terakhir, dan semakin terpaksa harus dilakukan saat ini.

Dengan demikian, adalah tepat sekali, jika Kostratani yang membangun jaringan komunikasi dan mengkoneksikan seluruh BPP di Indonesia dengan tuntutan komunikasi era new normal. Jaringan komunikasi ini tentu dapat dimanfaatkan pula untuk penyebaran materi informasi tentang wabah Covid-19 dan protokol pelaksanaan kegiatan lapangan pada masa pandemi Covid-19. Namun, agar media ini efektif, maka petani membutuhkan dukungan sarana pendukung berupa alat komunikasi yang kompatible. Sebagaimana yang disarankan FAO (2020b), penyuluh harus mengembangkan pola komunikasi multi-saluran untuk menjangkau berbagai tingkat sasaran. Penyuluh juga harus membangun jejaring informasi dengan berbagai sumber informasi, serta koordinasi dan sinkronisasi multi-pihak.

Dalam skema Komando Strategis Pertanian (KOSTRATANI), BPP menjadi koordinator pembangunan pertanian di tingkat kecamatan. Peran BPP adalah sebagai lembaga penyuluhan, tempat pelatihan petani, sebagai simpul koordinasi pembangunan pertanian dengan melibatkan seluruh stakeholder pembangunan pertanian di daerah, dan sebagai pusat informasi bisnis yang menyediakan informasi peluang pasar. Terkait dengan wabah Covid-19, maka: (1) untuk meningkatkan kesiapan tenaga penyuluh pertanian, mereka difasilitasi dengan kelengkapan kerja, dan peningkatan daya tahan tubuh, dan insentif kerja, dan (2) reorientasi atau penambahan tugas khusus dalam upaya advokasi dan bimbingan kepada petani dalam menyiapkan diri agar tidak terpapar Covid-19 pada saat beraktivitas di lahan usahataninya.

Penutup

Pertanian mestilah dipandang sebagai multi-dimensi (ICRISAT, 2020) yang menuntut kepekaan, strategi, dan rencana yang berbeda. Ini tentu akan semakin rumit untuk Indonesia yang sesungguhnya lebih tepat mengaplikasikan “pertanian maritim” (Agromaritim) dibandingkan “pertanian kontinental”. Geografis, topografis, kesuburan lahan, dan iklim mikro Indonesia begitu beragam; yang  semua menuntut pemahaman dan perlakuan yang berbeda.

Jarak geografis yang terpencar dengan tipe pertanian yang bervariasi tentu menuntut materi penyuluhan pertanian yang lebih kaya dan membutuhkan usaha yang lebih berat. Merupakan langkah yang tepat bagi dunia penyuluhan pertanian dengan mengoperasikan komunikasi virtual. Kondisi dan Program penyuluhan pertanian Indonesia. Namun, perlu dicatat bahwa instalasi komunikasi yang terbangun barus sebatas dari BPP ke atas, namun belum pada bagaimana komunikasi ke bawah yakni dari BPP atau dari PPL ke petani dan pelaku-pelaku sauah pertanian lainnya.

Daftar bacaan:

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2020a. Extension and advisory services: at the frontline of the response to COVID-19 to ensure food security. https://doi.org/10.4060/ca8710en 17 April 2020. Rome (IT): FAO of the United Nations.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2020b. Guidelines to mitigate the impact of the COVID-19 pandemic on livestock production and animal health. Rome (IT): FAO of the United Nations.

CRISAT] International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics. . 2020. Preparing For The ‘New Normal’ – Agriculture Amid The Covid-19 Pandemic. 8 May 2020. https://www.icrisat.org/preparing-for-the-new-normal-agriculture-amid-the-covid-19-pandemic/

 

(telah dimuat di "Opini Covid-19 PSEKP": http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid-19/opini/561-keniscayaan-sosok-baru-penyuluh-pertanian-di-era-new-normal?limitstart=0)

 

*****

Tidak ada komentar: