(ditulis 27 Januari 2022)
Bapa dan Ibu insan sistem inovasi pertanian (Agriculture Innovation System -
AIS) Indonesia. Ini feature kedua Saya tentang pentingnya memaknai dan
mendudukkan AIS Indonesia dengan menjalankan UU No 11 tahun 2019 tentang Sisnas
Iptek dan BRIN sebagai aktor utamanya. Sekali lagi,
mumpung UU 11-2019 masih anget dan BRIN sedang mewujud.
Ide dan pemikiran ini belum tuntas, dan Saya ingin kita sama-sama
melihat dan membicarakan ini dengan diskusi intim secara internal.
Maaf, minggu-minggu terakhir ini kok terlihat ada kecenderungan
menyempitkan UU 11-2019 menjadi ekslusif. Ada yang mengatakan bahwa
kata-kata “teknologi”, “inovasi”, “diseminasi”, “pengembangan”, dll hanya boleh
dipakai di BRIN, tidak boleh oleh lembaga lain. Artinya, Sistem Iptek dari hulu
sampai ke hilir nya sungguh-sungguh menjadi hak tunggal BRIN saja. Ini jelas
berlebihan, dan tampaknya MENOLAK makna sistem inovasi yang diusung UU ini.
Sisnas Iptek sejatinya inkulsif, partisipatif dan koaboratif
koordinatif.
UU Sisnas Iptek jelas akan mewujudkan sistem inovasi (pertanian),
dan tentu hanya bisa dicapai dengan pendekatan yang sesuai karakter “innovation
system” itu sendiri yaitu inklusif dst. Perpres No 78 tahun 2021
tentang BRIN memang memberi kesan ekslusif.
Sekali lagi, ini bertolak dari fakta bahwa inovasi pertanian tidak
diberikan ruang khusus dalam UU ini, dan bahkan kata “pertanian” tidak muncul
dalam batang tubuhnya. Padahal, kata satu berita, jumlah periset
(peneliti, perekayasa, dan litkayasa) pertanian yang akan masuk 1.620 orang,
atau 65,7% dari total periset 2.466 orang.
Apa sih SISTEM INOVASI ?
Frasa “inovasi” mulai agak sering kita ucapkan mungkin sekitar dua
dasawarsa terakhir. Sebelumnya kita hanya menyebut dan mengulang-ulang kata
“teknologi”. Silakan periksa buku-buku penyuluhan misalnya.
Lalu yang lebih baru keluar frasa “sistem inovasi”. Dari mana dan mengapa
konsep ini keluar? Apa yang salah dengan “transfer teknologi” misalnya ? Tahun
60-an kita gunakan pendekatan transfer of technology, berlanjut tahun 70-an
farming system research, lalu 90-an ada farming participtory research dan AKIS,
terakhir tahun 2000-an orang-orang pakai interactive learning atau
“Agricultural Innovation System” (AIS). Semua ini beda, dan kemunculan nya ada
alasan akademis dan empirisnya pula.
Coba kita cek beberapa definisi di internet. An innovation system
is … a network of organisations within an economic system that are directly
involved in the creation, diffusion and use of scientific and technological
knowledge, as well as the organisations responsible for the coordination and
support of these processes. Di wikipedia terbaca: “Sistem inovasi adalah suatu
kesatuan yang terdiri dari sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, kemitraan,
hubungan interaksi dan proses produktif yang memengaruhi arah perkembangan dan
kecepatan inovasi dan difusinya …. ”.
Beberapa kutipan lain misalnya menyatakan: “ …. set of
institutions whose interaction determine the innovative performance …. ”
(Nelson and Rosenberg, 1983), “… the network of institutions in the public and
private sectors whose activities and interactions initiate, import, modify and
diffuse new technologies…. ” (Freeman, 1987), “..the elements and relationships
which interact in the production, diffusion and use of new, and economically
useful, knowledge .... (Lundvall, 1992). “A system of innovation is that set of
distinct institutions which jointly and individually contributes to the
development and diffusion of new technologies … interconnected institutions to
create, store and transfer the knowledge” (Metcalfe, 1995). “All the actors and
activities in the economy which are necessary for industrial and commercial
innovation to take place and to lead to economic development.” (Arnold and
Bell, 2001).
Lalu, definisi yang paling sering dikutip Agriculture Innovation
System (AIS) is “a network of organisations, enterprises, and individuals
focused on bringing new products, new processes, and new forms of organisation
into economic use, together with the institutions and policies that affect
their behaviour and performance,” (World Bank, 2006).
Dari situs OECD: AIS involve a wide range of actors, including
policy-makers, researchers, teachers, advisors, farmers, private companies,
non-profit organisations, and consumers. INKLUSIF banget ya.
Dari situs GFRAS: “Under the AIS framework, innovation is not
merely concerned with technical innovation (e.g. adoption of a better variety).
It also includes organisational innovation (e.g. organisation of farmers as
groups) and institutional innovation (e.g. addressing uncertainties in land
leasing through policy changes)”. Juga tercakup lembaga donor, juga
penyuluhan yang sepaket dengan riset akan men-drive innovation.
Sistem Inovasi di UU Sisnas Iptek
Dalam UU 11-2019, di Pasal 1 terbaca batasan Inovasi yaitu “adalah
hasil pemikiran, Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan/atau Penerapan, yang
mengandung unsur kebaruan dan telah diterapkan serta memberikan kemanfaatan,
ekonomi dan/atau sosial”. Ini beda dengan di UU sebelumnya yakni UU 18 - 2002
tentang Sisnas Litbang Iptek, dimana inovasi adalah “kegiatan penelitian,
pengembangan, dan/atauperekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan
praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalamproduk atau
proses produksi”. Bedanya, pada yang baru ada tambahan unsur kebaruan, telah
diterapkan, dan bermanfaat secara ekonomi dan sosial. Kata “inovasi”
diulang-ulang 60 kali di UU baru, sementara di UU lama hanya 8 kali.
Tambahan, pada UU lama, inovasi merupakan bagian dari rangkaian
penelitian, terus ke pengembangan, perekayasaan, lalu inovasi, dan difusi
teknologi (Pasal 6, 9, 13, dll ). Selain itu, tidak ada “sistem inovasi” di UU
lama.
Apakah di UU baru ini ada “Sistem Inovasi” ? Tidak secara
langsung. Tidak ada frasa “sistem inovasi” secara kasat mata. Namun, secara
maknawiyah terasa sekali. Kata “sistem” ada 27 kali dan “inovasi” 60 kali,
dalam wujud “Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” dan “Sistem
informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional”. Lalu, invensi dan inovasi
dibahas khusus di bagian kelima (pasal 34 - 38). Maka, tampaknya
bisalah kita katakan UU baru ini mengusung “Innovation System”.
Bagaimana sistem inovasi harus dijalankan?
Sesuai dengan konsep “inovasi” itu sendiri dan penjelasan
bagaimana Sistem Iptek akan dijalankan di UU 11-2019, maka setidaknya ada 3
karakter utamanya yakni: inklusif, partisipatif, dan kolaboratif.
Narasi tentang “inclusive innovation system” bertebaran di google.
Bahkan inovasi diharapkan akan mendukung lahirnya ekonomi inklusif.
Ya, sistem Iptek tidak bisa dijalankan secara sempit-ekslusif.
Juga, ekonomi yang berbasis inovasi, harus dijalankan banyak aktor dengan
beragam tipe dan cara kerja. Disinilah kreatifitas dan sinergi akan muncul.
Kemarin2 kita debat tentang BRIN yang longgar “koordinatif -
sinergis – orkestrasi " versus yang ketat "integratif - peleburan -
organizational sentralistis". Nah, Bapa Ibu, saya akan
perlihatkan UU 11-2019 dan konsep “innovation system” menuntut yang LONGGAR,
inklusif, koordinatif.
Pasal 1 menyebut bahwa Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi adalah pola hubungan yang membentuk keterkaitan …. antarunsur
kelembagaan dan sumber daya sehingga terbangun jaringan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai satu kesatuan yang utuh …. “. Pasal 13
ayat 2 : Penyelenggaraan Iptek dapat dilakukan oleh perseorangan, kelompok,
Badan Usaha, lembaga pemerintah atau swasta, dan/atau perguruan tinggi”.
Jadi, semua masuk, semua terlibat. Maka, akan bertebaran lah nanti
di kantor-kantor, kampus, bahkan di saung kelompok tani kata-kata kunci “teknologi”,
“Iptek”, “inovasi”, “diseminasi”, dll. Ini akan menjadi buah bibir masyarakat
sehari-hari. Dengan ini lah inovasi menjadi landasan dan engine ekonomi.
Kira-kira.
Artinya, sistem anggaran dan program KRISNA tentu bukan hanya
melarang ada kata-kata itu di program di luar BRIN, sebaliknya: MENGHARUSKAN
itu dalam program kementerian. Kementerian Pertanian misalnya WAJIB menggunakan
nya dalam menyusun program. Jika tidak, artinya tu pembangunan ga berbasis
inovasi.
Coba bayangkan Kementerian Pertanian tidak menggunakan Iptek dan
inovasi dalam kegiatan nya sehari-hari. Lalu mereka pakai basis apa? Kan
katanya ekonomi berbasis inovasi, pertanian ya berbasis inovasi. Inovasi
teknologi dan knowledge tentunya. Hehe.
SIAPA yang harus menjalankan SISTEM INOVASI PERTANIAN INDONESIA
(SIPI) ?
Membangun dan menjalan sistem inovasi pertanian jelas bukan urusan
kecil. Ini organisasi besar dengan banyak aktor, berlapis, berjenjang, dan
tersebar luas senusantara. Jika ada satu pihak mengklaim bisa mengerjakan
sendiri jelas keliru. Sesuai Pasal 14, Penyelenggaraan Iptek dilakukan melalui
Pendidikan, Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan. Ini diurai
dari pasal 15 sampai 33.
Semua pihak di luar BRIN sangat bisa bermain,
setidaknya di Pengkajian dan Penerapan (Pasal 23-33) yakni pada
kegiatan perekayasaan, kliring teknologi, audit teknologi, pengujian,
pengembangan teknologi, rancang bangun, alih teknologi, intermediasi, difusi
Iptek dan komersialisasi teknologi.
Jadi, per teori sistem inovasi mesti adalah sebuah sistem terbuka
– inklusif yang hanya bisa berjalan secara partisipatif melibatkan banyak
pihak, tak hanya peneliti dan orang-orang akademis saja. UU Sisnas Iptek juga telah
menyebutkan betapa pentingnya melibatkan semua pihak. Inklusif juga.
Artinya, Sistem Iptek Indonesia yang menjadikan inovasi dan
tentunya akan membangun sistem inovasi hanya dapat berjalan jika
peneliti bekerjasama dengan semua orang. Untuk AIS ya ide bisa dari petani dan
anak muda milenial, dana riset bisa dari swasta (bukan kah ini selalu
diulang-ulang kepala BRIN), peneliti selain dari pemerintah juga dari swasta
dan kampus bahkan NGO, apalagi penerapan Iptek tentunya hanya bisa dimassalkan
Kementerian Pertanian dengan jaringan dan SDM luas sampai ke Pemda, penyuluh,
petani maju, kontak tani, dst.
Bagaimana kira-kira Bapa Ibu? Setuju or not? Semoga ada yang
berminat membahasnya. Nuhun.
“Without knowledge action is useless and knowledge without action is futile.” (Abu Bakr)
#syahyuti
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar